"Jadi sandal kesayangan lo yang hilang kemaren udah ketemu?" tanya Pini yang baru saja pulang dari mengajar private malam ini. Sepertinya dia penasaran, setelah tadi aku memberi kabar bahwa sandal kesayanganku yang hilang beberapa minggu lalu, tiba-tiba ditemukan.
"Iya, gue nemu di balik pintu toilet kampus," jawabku datar.
"Terus, kenapa wajah lo sedih gitu? Bukannya lo seneng sandal lo udah ketemu?" Pini mengambil posisi duduk di sampingku, di atas tempat tidur, sembari melemaskan otot-otot kakinya.
"Ada yang aneh sama sandal gue," kataku sembari menerawang kondisi sandal kesayangan yang kutemukan.
"Terus, kenapa wajah lo sedih gitu? Bukannya lo seneng sandal lo udah ketemu?" Pini mengambil posisi duduk di sampingku, di atas tempat tidur, sembari melemaskan otot-otot kakinya.
"Ada yang aneh sama sandal gue," kataku sembari menerawang kondisi sandal kesayangan yang kutemukan.
"Aneh? Maksud lo gimana?" tanya Pini penasaran.
"Kondisi sandal gue baik-baik aja sebenernya. Sama kayak sebelumnya, tapi pas gue coba pake," Aku memberi jeda sejenak, "seperti ada jarum-jarum yang menusuk kaki gue. Bahkan kaki gue sampai berdarah," kataku sambil menunjukkan tapak kaki yang diperban.
Pini membelalak, menutup mulut dengan tangannya. "Jen, jangan-jangan ini karena..."
"Karena apa?"
"Kutukan itu, yang waktu itu..." Pini belum sempat melanjutkan kata-katanya.
PRAAANNGG!!!
Tiba-tiba terdengar suara hantaman benda dari arah dapur. Aku dan Pini bersitatap. Kosan yang hanya dihuni kami berdua, mendadak terasa menyeramkan. Hawa dingin berhembus. Bulu kudukku berdiri. Terdengar langkah kaki dari arah dapur. Siapa? Bukankah kami hanya berdua?
Suara langkah semakin jelas, dan semakin dekat. Aku dan Pini merapat. Menaikkan kaki ke atas tempat tidur. Merapatkan badan ke dinding.
Suara langkah semakin jelas, dan semakin dekat. Aku dan Pini merapat. Menaikkan kaki ke atas tempat tidur. Merapatkan badan ke dinding.
Pintu kamar perlahan terbuka. Napasku mulai tak beraturan. Keringat dingin mengucur. Seketika tapak kaki yang masih diperban semakin nyeri terasa. Darah mengucur. Di depan pintu kamar, sandal toska kesayangan berjalan sendiri, tanpa ada kaki yang memakainya. Tiga detik berikutnya, semua gelap. Aku kehilangan kesadaran.
Note:
Setelah beberapa hari kemarin nulis "curhat" yang bikin para pembaca katanya ikutan "ketabok", kali ini pengen aja nulis flashfiction. Nyoba genre horor. Eh, berhasil nggak, sih? Atau malah gagal total? Hahahaha.
Udah gitu aja dan terima komen. :)
Setelah beberapa hari kemarin nulis "curhat" yang bikin para pembaca katanya ikutan "ketabok", kali ini pengen aja nulis flashfiction. Nyoba genre horor. Eh, berhasil nggak, sih? Atau malah gagal total? Hahahaha.
Udah gitu aja dan terima komen. :)
Asik.. Mantap.. Ada lanjutannya nggak nih?
BalasHapusWah, tulisanku dibaca ama suhu. Jadi terharu. Ini cuma flashfic aja, Bang. Belum kepikiran bikin lanjutannya. Hehehe.
Hapusihhh seremm mba cici haha.. kalo aku yang ngalamin mau langsung kabur aja dari situ haha
BalasHapusWah keren ceritanya! Bau2nya ada lanjutannya nih. Btw, berhasil kok di horror
BalasHapusBtw, blogwalking yuk!
Tq
Keren cici. Bersambungkah?
BalasHapusKayaknya ini aja (dulu), mba wid. Hehehe
Hapusditunggu nih lanjutannya
BalasHapusDitunggu lanjutannya...
BalasHapusSereeem
BalasHapusSereeem
BalasHapusbeesambung ci, biar lebh nyeremin
BalasHapusbeesambung ci, biar lebh nyeremin
BalasHapusEh iya, lanjutin aja nih. Udah banyak fans yang menantimu, Mbak. :D
BalasHapuswahh,,yg begini favorit aku,,genre thriller yaa mbak^^
BalasHapuskerenn,,aku sukaaaaa...lanjutin donk mbak cici;)
Sy suka ending nya.....
BalasHapusNah, mas jun udah bilang ini ending. Berarti nggak usah lanjut. Hahaha
HapusWow... o my god! Serius sampe melotot nih bacanya.
BalasHapusMba Vin? Seriusan??? *ikutan melotot*
HapusMerinding.
BalasHapusDeg-degan
BalasHapusDitunggu lanjutannya kak, tp.knp.harus tosca utk genre horor ini pdhl.tosca kan lucu wkwkwkwkwkwkw
BalasHapus