Kamis, 28 Mei 2015

Bukan karena 13

"Horrreeee.... Bapak pulang!!!" Bunga berlari menyambut kedatangan bapaknya. Pak Jarwo, seorang nelayan desa. "Kalau bapak udah pulang, berarti sekarang waktunya Bunga main sama Bang Randy. Ayo Bang, kita main...!" Bunga menarik tangan Randy.

"Iya. Iya. Sebentar ya... Adik abang yang cantik. Abang bantuin bapak dulu bawa ikan-ikan ini ke dalam."

"Oke deh. Bunga tunggu. Tapi janji ya... Seperti kata abang semalam. Kali ini, bunga yang pegang kendali dayungnya. Oke?" kata Bunga sambil mengacungkan jari kelingkingnya.

"Oke," jawab Randy, juga mengacungkan kelingkingnya--tanda perjanjian.

Bermain sampan sepulang bapaknya dari melaut, memang sudah menjadi kebiasaan Randy dan Bunga. Dan  sore itu seperti janji Randy pada Bunga, jika Bunga berhasil mengkhatamkan bacaan iqro'- nya, maka Randy akan mengizinkan Bunga untuk mendayung dan memegang kendali sampan mereka. Bunga setuju, dan hari ini dia menagihnya.

"Ayo Bang. Udah selesai, kan bantuin bapak? Bunga udah nggak sabar nih. Ayooo..." Bunga kembali menarik tangan abangnya, memintanya untuk bergegas.

"Iya. Iya... Ayo! Kamu udah siap kan? Tapi janji ya... Kamu nanti hati-hati. Dayungnya pelan-pelan." Randy mengingatkan. Dalam hatinya menyelinap rasa khawatir akan keselamatan adiknya yang masih duduk di bangku sekolah dasar ini.

"Sip Bang. Tenang aja. Bunga kan anak pelaut, jadi udah biasalah main di laut. Apalagi kan ada abang yang jagain Bunga," kata Bunga sambil memainkan kerah bajunya.

Bunga terlihat begitu bahagia sore itu. Betapa tidak. Keinginannya untuk mengendalikan sampan dengan kayuhnya sendiri, akhirnya terwujud. 

Saat Randy dan Bunga tengah asik menikmati langit sore di atas sampan, tiba-tiba saja langit berubah mendung. Terdengar gemuruh yang seakan ingin menghujam kalbu dengan suaranya. Terlihat dari jauh petir mengilat-kilat. Ada apakah gerangan? Randy mulai was-was, namun juga tak ingin melihat senyum dari sang adik mendadak surut. Awan hitam berarak, seperti parade kegelapan. Ombak meninggi, deburannya mencekam. Sampan mereka mulai tak seimbang. Limabelas menit bertahan dengan segenap kemampuan.

Randy teringat mitos yang selama ini menjadi obrolan warga, bila tanggal tiga belas menurut penanggalan jawa jatuh pada hari jum'at di bulan Suro, maka anak perempuan dilarang bermain di laut. Karena pada hari itu, arwah Mbah Legi akan bangkit untuk mencari tumbal sebagai ganti anaknya yang dulu mati tenggelam di laut. Menurut cerita, Mbah Legi adalah orang pertama yang tinggal di perkampungan itu, dan dia juga adalah seorang yang memiliki kemampuan magis, yang pada akhirnya meninggal karena stres kehilangan anaknya yang mati di telan ombak.

Suasana saat itu terasa semakin mencekam. Awan hitam semakin pekat bekejaran dengan angin yang berhembus semakin kencang. Sampan semakin oleng, kayuh yang dikendalikan kini lepas dari genggaman. Panik. Apa yang harus diperbuat. Sampan terhempas dipermainkan ombak yang mengamuk.

***

"Randy, di sini kamu rupanya." Pak Jarwo menghampiri Randy yang tengah berdiri menatap ke laut lepas. "Kamu pasti lagi kangen sama adikmu ya?"

Yang ditanya masih diam. Menarik nafas dalam. Raut kesedihan menyelimuti wajahnya.

"Kita semua memang sayang sama Bunga. Tapi Allah lebih sayang sama dia. Kamu nggak usah terus-terusan sedih, apalagi menyalahkan diri sendiri. Semua sudah ada yang ngatur, kita tinggal jalani saja." Pak Jarwo berusaha menghibur anak laki-lakinya yang tinggal semata wayang.

"Iya, Pak. Randy tahu. Allah memang sayang sama Bunga. Tapi entah kenapa, perasaan bersalah itu selalu saja muncul setiap kali Randy melihat sampan Bapak tertaut di sini. Sampan yang selalu menjadi tempat bermain dan sumber keceriaan kami. Dan di sampan ini juga, peristiwa itu terjadi. Randy merasa bersalah, Pak. Randy nggak bisa jagain Bunga." Air mata yang sedari tadi berusaha disembunyikannya, kini jatuh sudah. Tak terbendung lagi.

"Iya. Bapak ngerti perasaan kamu. Tapi nggak ada gunanya terus-terusan bersedih seperti ini. Nanti adikmu nggak tenang di alam sana. Lebih baik kamu banyak-banyak doain dia, biar kita semua bisa berkumpul di surga. Dan yang terpenting, kamu harus hilangkan di pikiran kamu tentang mitos yang beredar di kampung kita. Jangan sampai kamu berpikiran bahwa adikmu hanyut dan hilang karena dibawa arwah Mba Legi seperti kata orang-orang kampung. Kita itu punya Allah, Allah yang atur semuanya, hidup mati kita ada di tangan Allah. Bukan di tangan Mbah Legi atau tangan-tangan manusia lain. Jangan sampai karena saking sayangnya sama keluarga sendiri, kita jadi syirik sama Allah. Ikhlaskan adikmu ya, Le." Pak Jarwo berusaha menenangkan.

"Iya, Pak. In syaa Allah." Randy mengangguk pelan.

"Oh ya, ini udah hampir maghrib. Gak baik ngelamun, mending banyakin do'a sama sholawat untuk adikmu. Yo wes... Ayo balik! Ibumu udah masak enak buat makan malam."

"Ya, Pak. Sebentar lagi ya Pak. Randy masih mau di sini dulu. Bapak duluan aja. Nanti Randy nyusul, dan Bapak nggak usah khawatir. Randy baik-baik aja kok, In syaa Allah. Randy cuma masih mau merasakan hadirnya Bunga di sini. Boleh kan, Pak?"

"Yo wes. Bapak pulang dulu. Tapi jangan lama-lama loh. Bentar lagi adzan maghrib" Pak Jarwo mengingatkan.

"Ya Pak." Pak Jarwopun berlalu. Meninggalkan Randy sendirian, menatap ke laut luas. Bayangan kecerian bersama adiknya menjelang senja, masih melekat kuat dalam ingatannya.

Bunga. Semoga engkau bahagia di sana, dan Allah tempatkan kamu di tempat terbaik di sisi-Nya.

***









Kamis, 21 Mei 2015

Rindu Yang Tak Pandai Bersyukur









Hadirnya memberikan berjuta rasa.
Tapi tak jarang, ia juga membangkitkan berjuta kenangan.
Kenangan indah yang membuatmu tersenyum sumringah, maupun kenangan pahit yang membuat dahimu bekernyit.

Ia selalu hadir tanpa diundang,
Bahkan saat kau benar-benar tak menginginkan kehadirannya, ia datang. Karena bagimu, terkadang hadirnya hanya mengganggu.

Jika dia memang kau anggap pengganggu, penghambat rencana hebatmu. Lalu kenapa terkadang justru kau yang menginginkan kehadirannya?
Tanpanya hidup terasa gersang. Begitu kau bilang.

Ada apa denganmu? Kenapa kau jadi seperti orang yang yang tak tahu diri?
Sebegitu mudahnya kah kau mempermainkan dia?
Kau ingin memintanya hadir sesukamu, kapan saja kau mau. Dan kau juga sering seolah ingin mengusirnya, pergi menjauh darimu. Tapi kau sadar, kau tak bisa lakukan itu. Karena memang kau tak kan mampu.

Ah... Tak kusangka. Kau begitu egois.
Kau selalu ingin mengatur kehadirannya sesukamu. Kapan kau mau, kapan kau tak mau.
Sebegitu egoisnya kah dirimu?
Hingga jika ia datang tanpa diundang, kau seolah ingin menentang.
Rasa syukur yang seharusnya keluar, sungguh sangat jarang terdengar.

Aku tak tahu. Apa jadinya dunia ini, jika kehadirannya harus kau yang menentukan.
Dirimu yang masih jauh dari rasa syukur. Dan dirimu dengan emosi yang sering tak teratur. Sungguh tak pantas. Tak layak untuk mengatur itu semua.

Tapi... Kau mungkin tak perlu bekecil hati. Karena kau memang tak sendiri.
Ada dia, mereka dan bahkan aku sendiri yang juga sering bersikap sama sepertimu.
Jarang bersyukur, terlalu berandai-andai untuk bisa mengatur.

Aku malu.
Malu pada-Nya.
Yang selalu mencurahkan rahmat di bumi tercinta.
Tapi begitu banyak manusia yang terkadang justru mengeluh karenanya.

Tuhan.
Ajari kami untuk bersyukur atas nikmat yang kau berikan.
Agar hadirnya bisa membawa kesejukan dan kesyukuran.
Pada diri setiap insan.

Tuhan.
Kini aku rindu akan rahmat-Mu.
Butiran-butiran kesejukan yang turun dari langit-Mu.
Tuhan. Aku rindu hujan.


*Di bawah terik matahari.
Kota pekanbaru
21.05.15
@ciciliaputri09

Rabu, 20 Mei 2015

Bukan Kisah di Negeri Dongeng


Asslkm. Lili sayang, gimana ujian semesternya? Sdh selesai? Jadi pulang hari ini?

Sebuah pesan singkat yang dikirim Maya untuk anaknya. Sebuah sms sebagai bentuk perhatian dan untuk memastikan rencana kepulangan anaknya hari ini.


W'slm. Alhamdulillah ujian tadi pg lancar ma, tinggal ujian terakhir siang ini. Do'ain lancar ya ma. Habis ujian li2 lgsg pulang, udah pesan travel tadi. Udah g sabar mau plg jmpa mama. Hehe.

Ya, In syaa Allah. Ma2 sllu doain yg trbaik anak mama. Mama tunggu drmh ya,,, mama udh siapin sesuatu buat kamu. :)

Sesuatu? apa tu ma? jd pnasaran. Makin g sabar mau cpt2 plg...

Ada deh, rahasia. Namany jg surprise. Hehe. Semangt utk ujian siang ini ya sayang... :*

Hmm... Mama. Memang selalu bisa bikin anaknya kangen berat. Pake bilang ada surprise lagi. Bikin Penasaran aja. Lili membatin.

***
"Assalamu'alaikum... Lili pulang".
"Wa'alaikumussalam... Eh. Anak cantik mama udah pulang. Sini ikut mama. Ada yang mau mama tunjukin ke kamu. Tapi, sebelumnya kamu harus pake ini dulu", kata Maya sambil menunjukkan kain penutup mata.

"Iiih... Mama. Kok pake tutup-tutup mata segala sih? Jadi makin penasaran deh". Lili berkomentar manja, dari sorot matanya terpancar kebahagian dan rasa penasaran. Ah Mama. Selalu saja bisa membuatku merasa spesial, batinnya.

Lili menurut. Maya mengikatkan kain, menutup mata anak gadisnya.

"Oke. Udah. Sekarang kamu jalan pelan-pelan ya... Sini mama tuntun, biar gak nyasar. Hehe"

Maya menuntun Lili menuju halaman belakang rumah.
"Oke. Kita udah sampai." Maya menghentikan langkahnya, dan mengisyaratkan aba-aba berhenti pada Lili.

"Udah sampai ya, Ma? Berati udah boleh dibuka dong tutup matanya".

"Iya boleh. Tapi sini, biar mama aja yang buka". Maya melepaskan ikatan kain penutup mata Lili.

Lili membuka mata. Dia menatap ke depan. Tepat di depan matanya, dia melihat sebuah pintu kayu berlanggam seperti pintu di negeri dongeng. Terdapat balutan tanaman bunga yang menjalar menghiasi pintu dan pagar di sampingnya. Lili terkesima. Tak percaya dengan apa yang ada di depannya saat ini. 

"Subhanallah. Ma, cantik banget... Ini kebun bunga kita, Ma? Sekarang mama kasih pagar dan pintu kayak gini. Ini semua mama yang buat?" Lili mendekati pintu dan tanaman bunga di sekelilingnya.

"Iya sayang. Ini semua mama yang rancang. Tapi untuk buat pintu dan masangin pintunya tentu mama butuh bantuan tukang. Hehe. Dan ini semua spesial untuk kamu." Kata Maya sambil tersenyum.

"Aaaak... Mama. Baik banget sih". Lili memeluk Maya manja.

 Maya membalas pelukan anaknya dengan hangat, mengusap perlahan kepala anak gadisnya yang beranjak dewasa seraya berkata,"Sayang, kamu tahu gak kenapa mama buat semua ini?"

"Gak tahu". Lili menggeleng.

"Karena mama tahu kamu suka banget sama bunga, dan pintunya sengaja mama design ala negeri dongeng kayak gini karena mama tahu kamu suka menghayal jadi tuan putri gara-gara suka baca dongeng ala cinderela". Maya mencubit pipi anaknya.

"Aaaak. Mama bisa aja. Aku kan malu". Lili tersipu.

"Sayang. Lili cantik anak mama satu-satunya. Kamu boleh aja berkhayal jadi tuan putri dan mengharapkan suatu saat akan datang seorang pangeran tampan berkuda putih datang menjemputmu. Tapi, lebih dari itu semua... Kamu juga harus mempersiapkan diri untuk menerima, jika apa yang kamu impikan tidak sesuai dengan kenyataan yang kamu hadapi nantinya. Karena kita hidup di dunia nyata. Bukan di negeri dongeng yang ceritanya selalu happy ending dan seperti kata si pendongeng selalu bilang 'Dan akhirnya mereka hidup bahagia selamanya'. Tidak sesederhana itu sayang. Tapi justru ketika kamu telah bertemu pangeranmu nanti, di situlah petualangan baru dimulai. Akan ada banyak rintangan, badai topan dan jalan terjal yang siap menguji iman dan kesetiaan kalian berdua. Maka mulai hari ini, mama berharap kamu persiapkan diri untuk segala kemungkinan apapun yang akan terjadi nanti. Jika yang akan menjadi pasangan perjalanan hidupmu nanti tidak setampan dan semapan pangeran impian, tapi terimalah ia dengan iman. Karena iman yang akan selalu menghadirkan rasa nyaman, walau hidup kadang terasa begitu melelahkan. Kamu paham kan maksud mama?" Kata Maya seraya tersenyum menatap anaknya.

"Iya, Ma. In syaa Allah Lili akan selalu ingat kata-kata mama. Makasi ya, Ma. Mama emang mama terbaik di dunia." Kata Lili sambil memeluk Maya.

"Nah. Syukurlah kalau kamu sekarang sudah paham. Kalau gitu gimana dengan pangerannya sekarang? Apa kuda putihnya udah mau sampai ke rumah kita?"

"Iiiiih.. Mama. Ya belumlah ma. Pangerannya aja entah masih di dunia belahan mana. Belum nemu, Ma."

"Loh? Masa sih belum ketemu? Jadi Bobby itu siapa? Bukan dia pangerannya?" Maya menggoda.

"Bukanlah, Ma. Bobby cuma temen. Kebetulan satu organisasi, kalau ketemu juga karena urusan organisasi doang."

"Aaah... yang beneeer... masa sih."

"Iya, Ma. Beneran." Muka Lili mulai merah tomat.

"Ciee... cie... yang mukanya mulai merah."

"Ih, mama apa-apaan sih. Udah ah. Aku mau masuk dulu. Cari makan. Laper." Lili beranjak, dan masuk ke dalam rumah.

"Eh. Ditanyain kok malah kabur. Ntar pangerannya ikutan kabur loh. Hehe." Lili tetap berlalu. Sementara Maya masih di tempatnya semula. Menatap pintu dan pagar yang mengelilingi kebun bunga yang dari dulu ia rawat berdua, bersama Lili.

Sayang. Semoga perjalanan hidupmu nanti seindah taman bunga kita. Dan kecintaanmu pada-Nya sekokoh dinding istana.






Kamis, 14 Mei 2015

Malaikatnya Allah






Sore itu, aku pergi menemui salah seorang AgDis. AgDis adalah singkatan dari Agen Distributor, orang yang bekerjasama denganku dalam hal penjualan produk-produk Sumayyah Collection (SC). Sebuah usaha yang aku rintis ketika di Pekanbaru beberapa waktu lalu. Awalnya Sumayyah merupakan lembaga private, yang lama kelamaan karena melihat peluang, mulailah usaha ini aku kembangkan untuk menjual beberapa jenis keperluan muslimah, seperti jilbab, manset, kaos kaki dan lain-lain. Dan sekarang Sumayyah juga memasarkan buku-buku islami, hal ini bermula sejak aku hijrah ke Bandung karena melanjutkan study S2.

AgDis yang kutemui sore ini di salah satu ruas kota Bandung, sungguh luar biasa. Betapa tidak, perkenalan kami belum sampai satu bulan. Tapi, ketika bertemu sungguh terasa ada ikatan yang luar biasa. Padahal sebelumnya kami hanya komunikasi via Whatsapp, dan itu berarti ini adalah pertemuan kami yang pertama. Tapi, bukan karena kami baru bertemu yang membuatku mengatakan dia adalah sosok yang luar biasa, itu semua karena semangatnya yang luar biasa dalam hal berdagang. Yang aku rasa patut diacungi jempol. 

AgDis yang satu ini sedikit berbeda dengan AgDis lainnya yang rata-rata adalah mahasiswa, AgDis yang ini adalah seorang ibu-ibu dengan dua orang putri yang masih kecil-kecil dan beliau adalah seorang guru TK. Bayangkan, seorang guru TK dengan dua orang putri yang masih butuh banyak perhatian begitu gigih mengejar rizki dengan bergabung menjadi agen, dan yang mengejutkan dari penuturan beliau adalah untuk keperluan sehari-hari dan keperluan anak, alhamdulillah saya tidak perlu minta suami. Kalau dikasih ya diterima kalau tidak in syaa Allah hasil mengajar dan jadi agen ini cukup, begitu katanya. Subhanallah, luar biasa. Seorang ibu yang mandiri. Aku membatin.

Ingin rasanya aku berlama-lama bertukar pikiran dan bercengkerama dengan ibu muda yang satu ini, berharap ia bisa menularkan semangat perjuangan dan kegigihannya padaku. Tapi apalah daya, aku harus segera pergi karena hari sudah semakin larut dan aku harus bergegas untuk berangkat menuju masjid Darut Tauhid (DT) untuk mengikuti kajian.

Dalam perjalanan menuju DT, tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang aneh dengan suasana perjalanan kali ini. Kenapa jalanan sepi ya? Batinku. Tapi, ah mungkin hanya perasaanku saya karena aku tidak melewati jalan yang sama ketika hendak pergi tadi. Yang jelas aku tadi sudah mengikuti petunjuk orang yang mengatakan, ini adalah jalan menuju pesantren Aa Gym. Aku mencoba menghilangkan pikiran yang macam-macam dan menenangkan diri dengan banyak berdzikir. Tapi, semakin aku memacu motor menyusuri jalan ini, semakin ke sini semakin terasa sepi, hanya pohon dan bebukitan di sekeliling. Astaghfirullah. Jangan-jangan aku kesasar? Aku mulai cemas.

Aku semakin ragu, benarkah ini jalan menuju DT? Atau tadi seharusnya bukan ambil jalan yang ini? Ya Allah berilah hamba petunjuk. Aku terus berdzikir dan memohon pertolongan Allah, sambil terus mengingatkan dan mengendarai motor lambat-lambat. Akhirnya aku melihat sebuah kedai di tepi jalan, aku lihat yang punya kedai seorang bapak-bapak. Mungkin lebih baik aku bertanya, daripada tersesat semakin jauh. 

"Punten Pak, kalau mau ke DT tempatnya Aa Gym apa benar lewat sini?", tanyaku.

"Neng mau ke mana? Kalau mau ke pesantren eko nya Aa Gym memang lewat sini, neng lurus aja. Tapi kalau neng mau ke masjid Darut Tauhidnya  Aa Gym yang di Gerlong, neng harus turun lagi", Bapak itu menjelaskan.

"Astaghfirullah. Jadi ini jalan mau ke pesantren eko ya, Pak? Saya bukan mau ke sana, Pak. Tapi mau ke masjid Darut Tauhid yang di Gerlong, jauh gak Pak dari sini?"

"Jauh neng, lumayan. Neng harus turun lagi kira-kira empat kilo".

Aku kaget mendengar jawaban dari si Bapak, Ya Allah berarti dari tadi aku salah jalan, dan itu berarti aku harus putar balik melewati jalan yang sepi tadi. Tapi aku tidak punya pilihan lainnya, mau tidak mau harus kembali melewati jalan yang tadi. Hari semakin gelap, suasana terasa semakin mencekam bagiku, ditambah lagi lampu motor yang mati. Ya Allah, tolonglah hamba-Mu ini. Aku terus memperbanyak dzikir dan berdo'a pada Allah. 

Masya Allah. Tiba-tiba ada mobil di depanku. Aku kaget, dari mana datangnya mobil ini? Padahal sedari tadi jalanan sepi, seperti hutan tanpa penghuni. Tak lama setelah munculnya mobil yang ada di depanku, tiba-tiba saja ada satu mobil lagi mengiringi di belakangku, dan sekarang posisiku tepat berada di antara dua mobil. Alhamdulillah. Suasana mencekam terasa sedikit berkurang. 

Aku terus memacu motor dengan kecepatan sedang, berusaha memposisikan kendaraanku tetap pada posisi di antara dua mobil ini hingga tiba di jalan yang sudah kembali ramai. Dan sungguh aneh, ketika tiba di jalan yang mulai ramai, aku melihat mobil yang sedari tadi mengiriku hilang entah kemana. Ya Allah, aku benar-benar tidak percaya dengan apa yang baru saja aku alami, mungkin itu mobil malaikat. Pikirku. 

Sesampainya di Masjid DT aku melirik jam, ternyata masih jam tujuh kurang. Syukurlah. Itu artinya aku masih sempat sholat maghrib, padahal awalnya aku mengira hari sudah pukul sembilan malam, karena suasana di luar sudah begitu gelap. 

Seusai sholat maghrib, semua jama'ah di masjid mendapat tausiyah singkat dari Aa Gym, kali ini judulnya CSB, yang artinya Cepat ingat Allah, Serahkan pada Allah, Bulatkan keyakinan pada Allah. Masya Allah, luar biasa. Aku nyaris meneteskan air mata mendengar tausiyah itu. Terasa Allah langsung memberikan materi dan ujian praktek di waktu yang sama. Kembali teringat kejadian yang baru saja aku alami. Berjalan sendiri di jalan yang tidak diketahui dalam keadaan gelap dan sunyi. Syukurlah saat itu aku Cepat ingat Allah dan memasrahkan serta memohon pertolongan pada-Nya hingga Dia mengirimkan dua mobil yang bagiku itu adalah mobil malaikat dari-Nya. 

Sungguh hari ini aku mendapat pelajaran yang luar biasa. Keyakinanku pada-Nya semakin terasa kuat menghujam dalam dada. Ya Allah terima kasih atas pertolongan dan pelajaran  berharga dari-Mu untuk hari ini.


*Ditulis ulang dari kisah nyata pengalaman seorang teman yang sedang merantau di kota Bandung.

Jumat, 08 Mei 2015

Kehilangan dan Kesedihan

Sejatinya sesuatu itu tidak hilang,
Hanya pergi untuk terus melanjutkan perjalanan
Karena pengembaraan, bukan akhir dari perjalanan
Tetapi, pengembaraan hanya tempat berteduh bagi kehidupan




Mungkin kita semua pernah merasakan kehilangan. Kehilangan akan sesuatu, misalnya. Apapun sesuatu yang hilang, kadang menyakitkan. Tetapi… perempuan itu mengajarkanku arti kehilangan.

Hari itu, aku melihatnya. Seorang perempuan yang baru saja kehilangan anaknya. Sebagaimana ibu-ibu yang lain, perempuan ini tentunya punya perasaan yang sama terhadap anaknya. Rasa cinta dan sayang yang begitu mendalam kepada buah hatinya. Namun, yang membuatku heran, perempuan itu tenang-tenang saja. Ia tidak terlihat sedih apalagi menangis. Aku jadi penasaran, bagaimana mungkin seseorang yang telah kehilangan bisa setenang itu?
Ketika senja sedang menyemai di ufuk langit, aku melihat perempuan itu duduk di kursi panjang berwarna cokelat. Ia duduk di tengah-tengah taman bunga. Mata indahnya sedang menatap bunga-bunga tulip yang sedang bermekaran. Aku berusaha mendekatinya, menanyakan apa yang menyebabkannya begitu tenang? Namun, ia tidak menjawab. Ia langsung pergi meninggalkanku begitu saja tanpa pamit.

Aku penasaran, aku berusaha mencari tahu apa penyebab perempuan itu bisa begitu tenang, walaupun sejujurnya aku bisa merasakan kesedihan mendalam yang berusaha ia sembunyikan. Ini pertama kalinya aku melihat ekpresi kesedihan setenang itu, bahkan aku belum pernah melihat seseorang yang begitu tenang di atas kesedihannya, sebagaimana tenangnya perempuan ini menghadapi kesedihan yang ia sembunyikan.

Perempuan itu adalah orang yang selalu aku perhatikan, aku dekati dan yang selalu aku ingin bahagiakan. Tak jarang, hari-haripun sering aku habiskan untuk bercengkrama bersamanya. Jika perempuan itu kehilangan, sudah sepantasnya aku turut menemaninya, walau hanya diam di sampingnya. Mungkin ia kelihatan tenang, namun tidak ada yang mengetahui jika hatinya bersedih, bukan?

Akhirnya, pagi kembali menemukanku kepada perempuan itu. Ia sedang berjalan-jalan di sekitar taman bunga. Aku memandanginya. Dia melihatku, lalu dia tersenyum. Aku mendekatinya.

Aku ingin sekali mengajaknya bicara, bertanya tentang rahasia ketenangan jiwa yang ia punya.
Ada apa?” aku berusaha mengajaknya bicara. Menatap penuh cinta ke dalam bola matanya.

“Tidak apa-apa,” jawabnya pelan.

“Kau kehilangan seseorang, kan?”

“Ya, kamu telah mengetahuinya sekarang,” katanya sembari tersenyum.

“Mengapa kamu tersenyum, bukankah kamu sedang kehilangan seseorang yang kamu cintai?”

“Apakah jika aku bersedih semua akan kembali?”
Spontan aku tersadar. Tatapan matanya seakan telah menjawab semuanya. Seolah-olah percakapan barusan benar adanya. Walau akhirnya aku tahu, itu hanya terkaan yang ada dipikiranku. Secara nyata dia memang tidak mungkin berkata-kata untuk menggungkapkan semua rasa yang bergolak di dalam dadanya. Tapi, semua itu. Kesedihannya. Ketegaran dan kekuatannya. Bisa terlihat jelas dari raut wajah dan sorot matanya yang indah.

Coomoy. Kucing betina yang baru saja kehilangan anaknya. Tanpa sadar ia telah mengajariku banyak hal tentang kehilangan dan kesedihan.

"Tidak ada gunanya terlalu bersedih, karena kesedihan akan kehilangan tidak akan mampu membawanya kembali padamu. Ikhlaskanlah... Lepaskanlah semua, karena semua hanya titipan-Nya."



NB : Tulisan ini merupakan tantangan dari sahabat saya Wildan Fuady (Penulis buku "Belajar Bisnis Ala Rasulullah selagi mahasiswa, Why Not?) , yang kemarin ngasih tantangan untuk membuat versi berbeda dari tulisannya. Ini tulisan aslinya cekidot gaes Perempuan itu, mengajarkanku arti kehilangan

Hijrah itu ...

Hijrah itu memang tak mudah.
Karena itu, hanya dia yang kuatlah yang mampu tuk melangkah.

Hijrah itu memang tak mudah.
Karena kau akan menemui jalan yang membuatmu ingin menyerah.

Hijrah itu memang tak gampang.
Tapi, tak inginkah kau menjadi pemenang?

Hijrah itu memang tak gampang.
Lalu sampai kapan kau kan terus menjadi pecundang?

Hijrah itu memang tak instan.
Tapi bukan berarti kau tak bergerak menuju perubahan.

Hijrah itu memang tak instan.
Tapi, bukan berarti kau terus berada di titik konstan.

Hijrah itu memang  butuh perjuangan.
Maka jangan berlindung di balik berjuta alasan.

Hijrah itu memang butuh perjuangan.
Maka tak kan ada perjuangan tanpa pengorbanan.

Hijrah itu memang butuh perjuangan.
Lalu, sampaikan kapan kau akan dikalahkn oleh keadaan?

Hijrah itu memang butuh perjuangan.
Maka berjuanglah agar kau dimuliakan.

Semangat berhijrah kawanku...
Semoga Allah makin mencintaimu...

Kamis, 07 Mei 2015

#Pagi




#Pagi itu berkah... maka awalilah dg senyuman yg indah.

#Pagi itu indah... lalu kenapa kamu malah marah2?

#Pagi itu rizki... trus, kamu bangun jam brpa hari ini?

#Pagi itu ajaib... karena di sinilah awal permulaan nasib.

#Pagi itu ceria... maka semangatlah untuk berkarya.

#Pagi itu cantik... maka awalilah dg perbuatan baik.

#Pagi itu manis... maka teruslah bersemangat, walau keadaanmu sdg miris.

Salam #Pagi semangat para penulis.


Mini kultwit #Pagi via @ciciliaputri09
07.05.15

Selasa, 05 Mei 2015

Jejegnya Dodon

"Sayang... Nasinya dimakan dong, masa dari tadi cuma diliatin aja?" Mimin mengusap lembut kepala Dodon. Anak bungsunya ini terlihat begitu murung, sehingga hilang selera makan.

"Gimana Dodon mau makan, Ma? Kalau Si Jejeg udah gak ada." Dodon menerawang jauh ke luar jendela di samping meja makan, sepiring nasi lengkap dengan opor ayam plus kerupuk diacuhkannya.

"Sayang, kamu masih sedih ya, karena sekarang Jejeg udah gak ada?" Dodon menggangguk pelan, mengiyakan.

"Ma, kenapa sih Mang Deden tega bunuh Jejeg? Padahal kan Mang Deden tahu, Jejeg itu ayam kesayangan Dodon." Kata siswa kelas empat SD itu, seolah masih belum bisa menerima akan kejadian yang menimpa ayam jago kesayangannya beberapa hari yang lalu.

"Dodon sayang, Mang Deden kan gak sengaja bunuh Jejeg. Dan juga bukan salah Mang Deden kok, Mang Deden cuma berusaha memanfaatkan situasi yang ada saja, agar Jejeg tidak mati sia-sia". Kata Mimin berusaha memberi pengertian.

"Tapi Ma, seharusnya kan...."

"Seharusnya kan, apa sayang? Seharusnya Mang Deden bawa Jejeg ke dokter hewan? Kamu kan tahu, kalau di kampung kita gak ada dokter hewan sayang. Jangankan dokter hewan, dokter umumpun gak ada. Yang ada cuma mpok Tati, bidan desa".

Dodon masih tertunduk, ia tatap piring berisi nasi di hadapannya. Tatapannya kosong, menerawang. Sesekali ia masih melempar pandangan ke luar jendela. Menatap halaman belakang rumah. Terlihat kandang Jejeg yang sudah mulai bocor atapnya. Secara logika ia bisa menerima kematian ayam jago kesayangannya, tapi di dalam hati masih ada perasaan tidak rela. Mungkin ini karena Dodon tidak sempat melihat Jejeg untuk terakhir kalinya, karena Jejeg sudah harus disembelih sebelum ia menghembuskan nafas terakhir karena kelelahan berjuang melawan dinginnya air sumur. Siang itu, peristiwa naas itu terjadi. Jejeg yang biasa sering bertengger di atap pohon mangga, terpeleset dan jatuh ke dalam sumur. Tidak ada yang tahu, hingga Jejeg sudah terlihat begitu lemah di dalam sumur. Mang Deden yang menemukan Jejeg ketika hendak mengambil air, terpaksa mengambil keputusan untuk menyembelih Jejeg sebelum dia mati sia-sia.

"Ma..." Dodon berkata pelan, tatapannya kini mulai penuh harap.

"Ya sayang". Kata Mimin sambil tersenyum ke arah Dodon.

"Jejeg sekarang kan udah gak ada, itu berarti udah gak ada lagi yang bakalan teriakin Dodon buat bangun pagi dan sholat subuh. Mama mau kan, bersabar dan setia bangunin Dodon untuk sholat subuh?" Kata Dodon polos.

"Sayang... ada atau tidaknya Jejeg, mama akan selalu setia dan sabar bangunin kamu kok. Karena mama tahu, kamu punya semangat yang tinggi untuk selalu sholat di awal waktu. Mama bangga sama kamu sayang." Kata Mimin seraya memeluk Dodon penuh kasih sayang. "Oh ya, mama punya sesuatu buat kamu".

"Sesuatu? Apa itu, Ma?" Dodon penasaran. Mimin mengambil gulungan kertas dari dalam lemari.

"Ini. Kamu liat deh" Mimin menyodorkan gulungan kertas berukuran 1x1 m itu kepada Dodon.



"Hah?? Poster ayam jago?? Mama dapat darimana??" Tanya Dodon dengan mata bebinar.

"Ada deh... pokoknya itu spesial buat kamu. Biar kamu gak sedih lagi, kalau inget Jejeg".

"Makasi ya, Ma. Dodon suka, ayamnya lucu. Ada toa nya lagi... hehe".

-Cici Putri-
@ciciliaputri09
#MalamNarasiOWOP
04.05.15