Kamis, 31 Maret 2016

Mati Lampu yang (Tak) Dirindu


Saat menyebalkan itu adalah ketika tugas menumpuk untuk segera dikerjakan, lalu mendadak mati lampu. Atau saat kamu kelaparan dan berniat untuk memasak mie rebus yang tinggal sebungkus, pakai magic com mini--karena nggak punya kompor #anakkos, lalu mati lampu. Cek dompet uang tinggal seribu. Oh sungguh tragis. Sabar ya qaqa. Hehehe

Oke. Apapun itu, mati lampu adalah keadaan yang hampir tak pernah ditunggu oleh siapapun. Kalau pun ada yang menanti atau berbahagia dengan datangnya momen mati lampu ini, aku rasa dia adalah penjual lilin. Atau mereka adalah pasangan yang ingin terlihat romantis (Baca: pengen Candle light dinner) dengan modal tipis. :D 

Tapi entah kenapa, walaupun aku termasuk kategori orang kebanyakan--yang tidak merindui hadirnya mati lampu, namun akhir-akhir ini, aku merasa mati lampu adalah momen yang "membahagiakan" bagiku, bahkan aku tunggu-tunggu. Wow. Sebegitu berartinya kah mati lampu hingga harus aku tunggu? *Udah kayak jodoh* #eh

Hmm... sejujurnya bukan mati lampunya yang spesial, tapi karena dengan mati lampu aku bisa melakukakan hal spesial. Yap, apalagi kalau bukan menulis, menyelesaikan deadline dan komitmen yang sudah aku buat, untuk menulis tiap hari--walau tak jarang rasa malas menghampiri. Hihihi.

*Ya ampun... Si Cici, mau nulis malah nunggu mati lampu. Emang nggak gelap apa?*

Hahaha. Jadi, mati lampu yang (terkadang) aku rindukan di sini adalah mati lampu saat di kantor. Karena saat mati lampu inilah aku punya kesempatan untuk menulis. Saat mati lampu nggak ada kerjaan kantor yang bisa dikerjakan, karena semua kerjaan kantor rata-rata mengandalkan komputer yang tentunya butuh listrik. So, momen ini tentunya tidak aku sia-siakan begitu saja. Maka dengan cekatan aku pun memainkan duo jempol di ponsel pintarku. Menuangkan ide--yang entah apa--ke dalam sebuah aplikasi note, yang kemudian akan aku pindahkan (Baca: Copy paste) ke blog nantinya.

So, ketika hati dan tangan ini sudah gatel pengen nulis, tapi di kantor banyak kerjaan, maka mati lampu menjadi momen yang dirindu. #SemogaPakBosNggakBacaPostinganIni. 

Hmm... Mati lampu. Sebenarnya banyak lagi sih ya, yang pengen aku sampein soal mati lampu ini. Tapi kerjaan juga udah nunggu. Sekian dulu deh.

Sssstt... terakhir. Yang pengan aku sampein. Apapun kondisi yang kita hadapi, jangan mengeluh. Hadapi aja. Just enjoy it. Seperti mati lampu yang terkadang (tak) dirindu. :D

#HappyWriting
#OneDayOnePost

Rabu, 30 Maret 2016

Jodoh dikejar Deadline

"Aaaakkk... Ini kenapa, sih? Kenapa harus ada deadline-deadline-an gini?" Aku mengacak-acak rambut, mendengus sebal, manyun. Entah kenapa setiap kali aku kesal atau bingung, reflek reaksiku selalu begini--membuat gerakan yang akan disambut oleh komentar sahabatku, Rina.

"Kamu kenapa lagi sih, Dar? Itu rambut yang tadinya lurus, bisa jadi keriting loh, gara-gara kamu acak-acak gitu terus." Kalimat standar yang selalu diucapkan Rina setiap kali melihat reaksiku yang seperti ini. Tapi kali ini ada yang berbeda, karena otomatic reply-nya itu tidak disertai dengan ekspresi datar atau sebal. Justru kini dia memasang wajah menahan tawa.

"Ini nih, mamaku, kenapa coba pake nyuruh-nyuruh anaknya cepetan nikah? Pake dikasih deadline lagi! Udah kayak tugas kuliah aja tauuk, pake deadline segala." Aku mendengus sebal. Rina malah tertawa, nyaris menyemburkan kuah bakso yang baru saja masuk ke mulutnya.

"Udah aku duga. Haha."

"Maksud kamu?" Aku mendelik.

Selasa, 29 Maret 2016

Sandal Toska

"Jadi sandal kesayangan lo yang hilang kemaren udah ketemu?" tanya Pini yang baru saja pulang dari mengajar private malam ini. Sepertinya dia penasaran, setelah tadi aku memberi kabar bahwa sandal kesayanganku yang hilang beberapa minggu lalu, tiba-tiba ditemukan.

"Iya, gue nemu di balik pintu toilet kampus," jawabku datar.

"Terus, kenapa wajah lo sedih gitu? Bukannya lo seneng sandal lo udah ketemu?" Pini mengambil posisi duduk di sampingku, di atas tempat tidur, sembari melemaskan otot-otot kakinya.

"Ada yang aneh sama sandal gue," kataku sembari menerawang kondisi sandal kesayangan yang kutemukan.

Senin, 28 Maret 2016

Kemarilah

Kemarilah.
Di sinilah aku
Di rumah tak berpintu
Siapapun bisa bertamu
Untuk saling mengenali atau sekedar bertemu.
Tanpa peduli batas dan waktu.


Kemarilah
Selami aksaraku,
Dan kan temukan diriku
Dalam wujud yang mungkin tak sama,
Ini aku yang sebenarnya.

Jumat, 25 Maret 2016

Kulkas, ada?

Setelah kemarin nulis tentang hati yang suka ngedumel dengan yang itu-itu aja, kali ini mau bahas yang berkaitan dengan kajian (lagi).

Hmmm... Jadi ceritanya--entah kenapa--tiba-tiba teringat waktu dulu pernah ikut kajian. Waktu itu bahas tentang apa ya... lupa. Hehehe. Tapi intinya sih, waktu itu Pak Ustadz bertanya sama jama'ahnya (baca:peserta kajian), "Jadi, berapa orang di sini yang sudah ada buku tafsir di rumahnya?"

Dan seketika hening. Peserta kajian saling pandang--sambil menunduk-nunduk tentunya. Karena tak satupun ternyata yang mengangkat tangan untuk menyatakan bahwa dirinya punya buku tafsir di rumah.

Pak ustadz menarik napas, dan melanjutkan pertanyaan, "Kalau kitab fiqih? Siapa yang punya kitab fiqih di rumahnya?" Kembali peserta menunduk dan saling pandang. Pak ustadz menarik napas--lagi.

"Oke. Kalau pertanyaanya saya ganti. Kalau yang ini saya yakin rata-rata pasti angkat tangan dan menjawab ada. Siapa yang di rumahnya ada kulkas?"

Deg. Peserta langsung terdiam--beribu-ribu bahasa. Tertohok dengan pertanyaan yang diajukan. Mereka--termasuk aku, tentunya mulai mengerti ke mana arah pertanyaan dari sang ustadz.

"Ada kan, Bu?" Peserta mesam mesem, cengengesan.
"Kalau tv? Handhpone? Pasti juga ada kan, Bu?" Peserta makin tertohok.
"Kira-kita mahalan mana kulkas sama kitab tafsir, Bu?" Peserta terkunci mulutnya. Merasa tertampar jiwanya.
"Jadi, Bu. Bisa atau tidaknya kita membeli sesuatu, sebenarnya bukan faktor mahal atau tidaknya. Tapi apakah kita mau dan merasa butuh atau tidak. Itu saja. Jika kita merasa lebih butuh kulkas dari kitab tafsir Qur'an dan kitab fiqih, tentu kita akan memprioritaskan kulkas dari kitab-kitab itu. Begitu juga sebaliknya, jika kita merasa kitab tafsir dan fiqih lebih kita butuhkan dalam hidup kita sebagai pedoman dan pencas ruhiyah kita, sebagai jalan kita memahami kalam-kalam-Nya, tentu kita akan prioritaskan membelinya dari pada kulkas, tv, AC, dan lain sebagainya."

Pak ustadz menarik napas sejenak, menatap para peserta kajian. Sepertinya sang ustadz mengerti, bahwa para peserta sedang tertampar jiwanya, maka sang ustadz melanjutkan, "Tidak masalah jika sekarang memang belum ada dan belum merasa butuh, tapi saya akan do'akan, semoga kita semua di sini, termasuk orang-orang yang bisa memilah dan memilih dengan baik, mana yang lebih prioritas dalam kehidupan dunia dan akhiratnya." Pak Ustadz pun tersenyum. Peserta terlihat sedikit lega, termasuk aku.

Dan mulai saat itu, aku sudah mulai bertekad, suatu saat nanti, aku akan beli kitab tafsir dan fiqih. Dan saat tulisan ini dibuat, alhamdulillah...Allah izinkan aku sudah memiliki salah satunya, kitab fiqih. :)

#SemogaNggakSekedarJadiPajangan




Kamis, 24 Maret 2016

Itu-itu aja. Itu-itu lagi.


Pernah ngerasa bosan nggak sih, kalau datang ke sebuah acara atau pengajian, terus ustadznya nyampein ceramah yang udah mainstream banget? Alias itu-itu aja, itu-itu lagi, sama kayak yang udah disampein sama ustadz-ustadz lainnya. Pernah terlintas di pikiran pengen protes atau ngedumel? "Ustadz, please...aku udah tahu. Bisa ganti materi aja nggak sih, Tadz? Itu mulu deh. Sholat lagi, sholat lagi. Sedekah lagi, sedekah lagi." Pernah ngedumel kayak gitu?

Bahkan pernah nih ya...waktu itu, aku ngajakin temen buat datang kajian, terus temenku bilang gini, "Bosan loh kak, datang ke kajian kayak gitu. Paling isinya itu lagi, itu lagi."

Hmmm... aku sih No comment waktu itu. Cuma bisa berekspresi "Oh", kemudian berlalu dengan ekspresi, "Ya udah, terserah kamu. Aku pergi."

Rabu, 23 Maret 2016

"Pesta" Para Pendo'a

Bersama milyaran rintik air mencumbui bumi, 
ada jiwa yang merindu. 
Entah kapan bisa bertemu.

Bersama nyanyian bulir air di atas genting, 
ada tangis yang tergugu.
Entah kemana hendak mengadu.

Bersama gelegar suara petir.
Ada jiwa kian getir.
Nafsu tlah kalahkan otak tuk pikir.

Bersama hujan.
Ada jiwa-jiwa penuh harapan.
Menadahkan tangan.
Berdo'a pada Sang Maha.

Karena hanya bersama hujan,
para pendo'a bisa berpesta,
meminta apa saja,
penuh harapan.
Agar Tuhan berkenan beri ampunan,
Dan wujudkan berjuta harapan,
Yang tersimpan.


-Cici Putri-
@ciciliaputri09

Selasa, 22 Maret 2016

Ini Idenya

Hal terberat ketika harus membiasakan diri menulis setiap hari itu adalah memikirkan ide tulisan--selain meluangkan waktu tentunya. 

Ide. Hanya tiga huruf. Tapi entah kenapa rasanya sulit sekali mendapatkannya, setelah dapat--pun, lebih sulit lagi mengungkapkan dan menuangkannya dalam kata-kata. Bahkan rasanya lebih sulit dari menggungkapkan cinta. #Eh 

Ide. Banyak yang bilang ide itu ada dimana-mana. Ada pas kita sedang naik angkot, naik ojek, naik delman, naik kereta, naik kapal, naik becak, naik sepeda, naik sampan *ini kenapa deh jadi nyebutin nama segala jenis kendaraan? -___-* Hahaha. Santai Gaes. Cuma mau ngetes kesabaran kamu aja, kok. #plakk

Intinya sih, kita semua pasti sepakat yes... kalau ide itu bisa didapat dari mana aja. Baik ketika kita sadar (sengaja mencari ide), ataupun nggak sadar (ide yang datang tiba-tiba). Datang tak dijemput, pulang tak diantar. Udah kayak jalangkung. Hihihi.

Nah, ketika ide udah nongol--dan biasanya nongolnya suka nggak liat situasi, suka banget nongol kalau lagi ada kerjaan atau lagi bawa kendaraan #DisituSayaMerasaDilema, masalah selanjutnya muncul, yaitu menuliskannya--seperti yang tadi udah aku bilang. Mengungkapkan ide itu (terkadang) lebih sulit dari pada mencari ide. Huft.

Senin, 21 Maret 2016

The Mahmudah-Kepo Imunisasi

Yuhuuu... 
Cici datang lagi. Kali ini bareng mau bagi-bagi ilmu hasil kajian on line di grup kece. Apalagi kalau bukan grup Reuni Andalusia. Grup tempat ngopi (ngobrol pintar) para muslimah sholehah #Eaaa 
Dan setelah beberapa waktu lalu menyimak curcol para mahmudah seputar kehamilan, kali ini kita habis ngebahas soal vaksinasi. Iyap, bener banget, vaksinasi yang (kadang) menimbulkan kontroversi di sana sini. Hehehe. So, biar para mahmudah (mamah muda sholehah) nggak galau, para admin kece ngedatangin pemateri yang kompeten soal permasalahan ini. So, langsung aja kita simak resume hasil diskusinya di bawah ini. Kalau rekapannya rada "kurang rapih" harap maklum yaaah. Karena ini juga butuh perjuaangan. Hahaha. #Alasan

Langsung aja, ini dia materi dan hasil diskusi kemarin. Cekidot~ 

Jumat, 18 Maret 2016

Ketika Cici Ngomongin Buku

Hmm... oke fix. Sebenarnya nggak tahu mau nulis dari mana. Ya udah dari sini aja. *Lah, emang mau dari mana, lagi? Dari lapak tetangga?* Hahaha.

Oke gaes, kali ini aku mau ngomongin soal buku, ya walaupun sebenarnya nggak terlalu ngerti soal dunia per-buku-an sih. *Dunia per-buku-an? Istilah dari mana, tu?* #abaikan. Jadi, ceritanya lagi dikasih tugas buat nulis tentang buku terbaik yang pernah dibaca. Nah, dari sini mulailah kebingungan itu melanda. Yap, bener banget. Karena sendirinya nggak (begitu) ngerti ciri-ciri buku yang baik itu seperti apa. Hmmm... daripada galau yang tentunya aku nggak mau lah yau, maka aku putuskan untuk nulis tentang buku yang meninggalkan sesuatu di hati. *Ceile, sesuatu*Uhuk*

Daaaaan... buku itu adalah...

Kamis, 17 Maret 2016

(Bukan) Hujan

Aku bosan menulis tentang hujan,
membaca kisah tentang hujan,
mendengar mereka mengenang kisah di kala hujan.
Aku bosan.

Kuakui hujan memang menyenangkan.
Karena ia membawa damai dalam jutaan bulir mesra dari langit.
Bersama nyanyian merdu saat ia beradu
dan berkecipak di atas genting.

Namun, bukan hujan yang membuatku bahagia.
Tapi kamu.
Bersamamu, aku tak peduli kemarau ataupun hujan.
Karena bahagiaku ada padamu,
bersamamu.

Hujan mungkin melengkapi,
tapi ia bukan pembahagia sejati.
Karena yang sejati hanya kamu,
Dan aku.
Kawan.


Ilustrasi: Kiriman Nicacaca

Rabu, 16 Maret 2016

Rahasia Lara

Jadi ceritanya beberapa waktu lalu sempayt bikin flashfiction judul "Lara". Buat yan belum  baca bisa klik di sini. Dan nggak nyangka, bener-bener surprise ternyata lumayan banyak yang suka, bahkan kasian ama Lara. Padahal Lara mah nggak lara-lara amat. Hahaha. Daaan... ada juga yang sempat bertanya-tanya, "Itu cerita nyata, ya? Pengalaman Cici?" Hmm... daripada timbul spekulasi, baiklah... mari kita telusuri dari mana asalnya Lara. :D

Selasa, 15 Maret 2016

(Bukan) Nasehat

Kali ini aku bakal bagiin sebuah lagu buat kalian semua. Sebuah lagu yang bikin aku "cukup kuat" saat dulu mengalami ujian yang cukup menguras pikiran dan jiwa. Ampe rasanya... aku nggak tahu lagi mau ngapain. Nyesek banget. Perang dingin. Pergolakan batin. Tapi... itu semua sekaligus pelajaran berharga banget buat aku, hingga aku akhirnya tahu, bahwa Allah itu emang super duper Amazing. Pokoknya Allah itu love banget deh. Thank you Allah for everything you've done to me.

Dan ini dia lagu yang dulu sering aku putar biar aku tetap tegar dan percaya pada-Nya.

Senin, 14 Maret 2016

Oleh-oleh Ketemu Bang Tere


Ceritanya kemarin habis ikutan bedah buku "Hujan" bareng Bang Tere Liye. Hmm... Udah pada tahu dong siapa itu Bang Tere? Nggak perlu dijelasin lagi kan yak? Kalau masih ada yang belum tahu, silahkan tanya uncle, uncle google. Hehehe.

Sebenarnya sih, aku nggak terlalu akrab ya sama (karya) beliau, tapi karena kepo dan pernah baca satu karyanya "Bidadari-bidadari surga" dan aku juga suka sama quote-quote nya di FB, maka jadilah kemarin itu pas ada novel terbaru "Hujan" langsung beli, terus ikutan bedah bukunya, kebetulan aja sih, karena ada yang ngadain and nggak perlu ke luar kota. #HemmatBeib. Hahaha

Oke, tanpa basa-basi (lagi) langsung aja aku mau kasih oleh-oleh dari acara kemarin. *Lalu bingung mau mulai dari mana* Whahaha.

Jadi ceritanya setelah Bang Tere mengupas sedikit tentang buku-bukunya, terutama novel Hujan, maka tibalah sesi tanya jawab, dan aku udah nyiapin pertanyaan dua hari sebelumnya buat ditanyain ke Bang Tere. Niat banget kan, yak? Hahaha. Dan pertanyaan yang ingin aku tanyakan kebetulan sama dengan pertanyaan titipan dari temen di salah satu komunitas nulis yang aku ikuti. So, mereka pasti nunggu-nunggu jawabannya dong, termasuk kamu. Iya, kamu. :D

Awalnya hampir aja putus asa nggak dapet bagian buat nanya, karena you know lah ya... Yang mau nanya banyak banget, malah yang nanya juga kadang pake mukadimahnya  puaanjang banget. Hahaha. Tapi, emang gitu sih ya, suka nggak sadar kalau udah ketemu idola. Aku kadang gitu juga. *Oops*

Setelah berjuang angkat tangan di setiap sesi--untung nggak sampe angkat kaki, akhirnya aku kebagian jatah buat nanya di sesi terakhir dan menjadi penanya terakhir. Fiyyuh...*Lap keringet*

So, langsung aja aku kasih bocoran jawaban Bang Tere soal gimana cara dapetin endorse/ testimoni dari Bang Tere. Berikut jawabannya:

Jumat, 11 Maret 2016

Cici siapa, sih?

Cici itu... gadis minang yang nggak bisa bahasa minang. Bukan nggak bisa sih, tapi rada patah-patah lidah kalau ngomong pake bahasa minang. Tapi, kalau ada yang ngomong  pakai bahasa minang, 99% dia mengerti. Hehe.  Maklum, di ranah minang cuma numpang lahir doang dan tumbuh beberapa tahun di sana, lalu merantau ke negeri seberang (baca: Riau).

Cici itu... gadis berdarah A dengan tipe kepribadian korelis-sanguins, dan terkadang sanguins-koleris. Tapi anehnya, ketika tes kepribadian berdasarkan konsep STIFIn, gadis ini bertipe Intuiting (tipe yang dalam segi psikologi lebih mendekati tipe plegmentis). Intuing konon digambarkan sebagai orang yang banyak ide dan kreatif *uhuk* tapi suka ngayal dan ngeyel, plus kadang suka "jahil". Intuiting punya ikatan dengan "kata", maka semenjak tes STIFIn, Cici makin semangat and PD buat nulis, semacam ada sugesti gitu. Hehehe. Walau sampe sekarang tulisannya masih ya... sudahlah. #tragis. Penah ikut tes MBTI juga, dan hasilnya INFP (Keterangannya cari sendiri, karena sendirinya juga lupa. Hahaha). Konon INFP--katanya tipe kepribadian yang sama dengan J.K Rowling. *pasang kacamata item* Walau suka ikut tes kepribadian dan baca-baca buku/artikel tentang kepribadian dan parenting *uhuk* Cici tipe orang yang nggak suka nelan sesuatu bulat-bulat, karena takut keselek. Hahaha. Artinya, semua bahan bacaan dijadikan referensi dan perbandingan, sebagai acuan utama, Cici lebih suka yang bersumber langsung dari ajaran agama (baca: Islam).

Cici itu... gadis yang suka sama warna pink dan coklat. Hmmm... rada kontras ya... Yang satu warna cerah dan sok imut banget, yang satu warnanya elegan dan membumi banget. Hahaha. Tapi ya begitulah, mungkin Cici adalah gadis yang terlihat manja namun sebenarnya mandiri dan bersahaja. #Eaaaa

Kamis, 10 Maret 2016

Luka-Kembali

Hatiku kacau.
Ada jutaan rasa yang entah apa ingin menyeruak berlarian.

Dadaku sesak.
Oksigen dan karbondioksida berdesakan berebut ruang dalam paru-paru.

Rasa ini, entah apa.
Berkecamuk dalam hati dan pikiran. Rasa kecewa, cinta, khawatir, benci, muak, bosan, harap, atau entahlah, aku tak tahu.
Semua rasa seolah bersatu padu, berjibaku ingin membunuhku dari dalam.

Perlahan.
Namun pasti.
Pengkhianatan menghujamkan pukulan tepat di jantungku.
Napasku mulai tak beraturan.

Lalu benci berhasil menggoreskan perih di dinding hati.
Kecewa membubuhkan asam di atasnya.
Perih.
Antibodi tak berfungsi lagi.
Mungkin ia tlah bosan dan muak dengan luka yang sama.

Kalah.
Aku benci kata-kata itu.
Tapi kini, aku benar-benar kalah.
Aku lemah.
Cinta semu tlah memperdayaku, lagi.
Tuhan,
aku ingin,
kembali.

Rabu, 09 Maret 2016

Tentang Persahabatan

Tak ada yang lebih menyenangkan dari persahabatan,
Walau kadang jiwa nelangsa dalam canda,
Sepotong kata maaf,
mampu kembalikan segala.

Selasa, 08 Maret 2016

Ujian "Termudah"

Hai... Hai... Cici datang lagi. Kali ini mau bahas soal ujian.*Idih apa deh, Ciiii... ngingetin soal ujian. Udah kayak dosen aja. -,-

Hahaha... Sabar, Gaes. Kali ini nggak bakal bahas soal ujian yang jelimet and bikin otak mumet, kok. Keep calm. *pasang kacamata item*

Cuma mau bahas soal ujian hidup. #NyengirLebar. *Lah, malah bahas ujian hidup. Lebih berat lagi. orz.* Hehehe. Nggak usah lemes dulu, dong... Santai aja. Woles. Woles. :D

Karena ujian hidup itu bukan untuk ditangisi, diratapi, apalagi dihindari. Karena kita nggak akan pernah bisa menghindar. Lah, mau menghindar ke mana coba? Wong yang punya dunia dan seisinya Allah. Terus, kita mau lari ke mana? Apa mau lari ke dunia lain? Hehe. Jadi, kalau Allah udah menetapkan sesuatu untuk kita, baik berupa rahmat (yang biasanya kita lihat sebagai sesuatu yang enak-enak buat kita--padahal belum tentu yang enak itu baik), ataupun ujian (yang biasanya kita anggap sebagai sesuatu yang menyesakkan dada--padahal belum tentu yang menyesakkan dada itu buruk), maka nggak ada yang bisa menolaknya. Apapun itu.

"Apa saja yang Allah anugrahkan kepada manusia berupa rahmat, maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya. Dan apa saja yang ditahan oleh Allah maka tidak seorangpun sanggup melepaskannya sesudah itu. Dan Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."
(Q.S 35:2)
ilustrasi: nyaplok di google
Jadi Gaes, udah jelas ya... Kalau sesuatu itu udah ditakdirkan untuk kita, maka akan datang ke kita. Tapi kalau Allah masih menahannya, masih memberikan kita ujian-ujian lainnya, juga nggak ada yang bisa melepaskannya. Illah huwa--Kecuali Dia. So, nggak ada yang perlu terlalu dikhawatirkan di dunia ini, kecuali khawatir gimana keadaan kita di akhirat nanti. :)

Ujian itu harus dihadapi dan dilalui dengan sebaik-baiknya. Karenaaaa... kalau terus-terusan ditangisi--tanpa berusaha mencari solusinya, maka kita nggak akan pernah lulus, nggak akan pernah naik kelas. Sama seperti di sekolahan, kita nggak akan naik kelas kalau belum ikut dan lulus ujian. Kalau kita terusan-terusan menghindar dan nggak berusaha untuk lulus ujian, mau sampai kapan? Dan emangnya mau tinggal kelas mulu? Nggak dong, ya... :D

Senin, 07 Maret 2016

KCM

Ceritanya lagi diminta buat buat tulisan yang intinya menggambarkan alasan "Kenapa menulis". Karena pengen punya judul yang beda--selain sekadar "kenapa saya menulis", maka tercetuslah judul KCM alias Ketika Cici Menulis. Rada mirip judul novelnya Kang Abik, yaa... Emang iya sih. Orang emang terinspirasi dari judul itu, kok. Hehe.

Menurut aku... menulis itu mengekspresikan diri dengan caraku sendiri. Karena ketika menulis, aku bisa jadi siapa aja dan merasakan apa aja, terutama ketika nulis fiksi. Berasa bebas se-bebas-bebasnya. Yaaah... lebih kurang maknanya terselubung dalam tulisanku yang ini nih. Klik di sini.

Menulis itu...

Jumat, 04 Maret 2016

BLANK



Layar putih terhampar
Tuts-tuts diam tak bersuara
Jemari enggan menari

Semua membisu
Diam
Beku
Kaku

Kamis, 03 Maret 2016

Lara

Panggil aku Lara. Aku gadis berusia 23 tahun. Seperti namaku, kisah cintaku juga melara. Karena aku hanya bisa bermimpi tentang cinta. Cinta yang entah kapan akan bersambut.

Ya. Mungkin aku tidak tahu diri, jatuh cinta pada Leo, lelaki super terkenal bak boy band di kampusku. Tidak hanya tampan, Leo juga lelaki yang ramah dan baik hati. Aku kenal betul dengannya, karena rumah kami berdekatan. Sejak dulu kami susah bertetangga. Tapi entah kenapa,

Rabu, 02 Maret 2016

Hari Ke-3

Oh My Allah... Pliz help me... *Nadahin tangan depan kompi*

Ini hari ketigaku ngODOP, alias ikutan program One Day One Post. Oh My Allah... itu orang-orang di grup ODOP pada rajin amat, siiiiih? Pagi-pagi bahkan dini hari udah ada aja yang setor tulisan. Emang mereka rajin apa nggak ada kerjaan, sih? *ditabok warga ODOP*

Gaes, serius ini... rasanya aku

Selasa, 01 Maret 2016

Hidayah

Yuhuuu...
Cici is back--lagi.

Memasuki hari ke-2 ngODOP nih. Rencana masu nulis tentang curhat--lagi, tapi takut ntar pada bosen. *Bagus nyadar, Ci* Hahaha.

Baiklah, Guys. Kali ini aku mau sharing tentang hidayah nih. Konon Si hidayah ini banyak menjadi perbincangan di sana-sini. Nggak cuma jadi perbincangan untuk diperebutkan  dan diambil hatinya *gebetan kali, diambil hatinya* tapi juga menjadi perbincangan karena Si hidayah ini selalu saja menjadi alasan ataupun kambing hitam untuk tidak/belum berbuat baik. Betul, apa bener? Hehe. Padahal Si hidayah sendiri mah, nggak mau jadi kambing hitam. Karena dia lebih suka jadi kambing putih. *apaan coba?* #abaikan

Jadi, Guys... Berapa kali sih,