Panggil aku Lara. Aku gadis berusia 23 tahun. Seperti
namaku, kisah cintaku juga melara. Karena aku hanya bisa bermimpi
tentang cinta. Cinta yang entah kapan akan bersambut.
Ya. Mungkin aku tidak tahu diri, jatuh cinta pada Leo,
lelaki super terkenal bak boy band di kampusku. Tidak hanya tampan, Leo
juga lelaki yang ramah dan baik hati. Aku kenal betul dengannya, karena
rumah kami berdekatan. Sejak dulu kami susah bertetangga. Tapi entah
kenapa,
walau aku tahu Leo lelaki yang baik dan tidak pilih-pilih teman, aku selalu takut untuk menghampirinya. Maka, hingga kini hanya mampu menatapnya dari jauh, mengaguminya selama bertahun-tahun.
walau aku tahu Leo lelaki yang baik dan tidak pilih-pilih teman, aku selalu takut untuk menghampirinya. Maka, hingga kini hanya mampu menatapnya dari jauh, mengaguminya selama bertahun-tahun.
Apakah dia
mengenalku? Entahlah, aku rasa tidak. Karena aku terlalu takut dan
tidak percaya diri untuk bergaul, terlebih kepada Leo. Leo yang beberapa
tahun lalu datang sebagai tetangga baru di komplek rumahku. Dan dengan
sangat cepat, berhasil menyedot perhatian warga-warga satu komplek, terutama para
gadis tentunya.
ilustrasi: nyaplok di google |
"Maaf." Hanya itu kata yang mampu keluar dari mulutku
saat kami tak sengaja hampir bertabrakan di koridor kampus, atau di komplek perumahan. Sambil menunduk--tak berani menatap, dan membungkukkan badan berkali-kali, lahi-lagi hanya satu kata saja yang bisa keluar dari bibirku. "Maaf." Jantungku serasa mau copot jika berada pada jarak sedekat ini dengannya. Maka, tidak ingin mengambil resiko karena Leo mendengar detak
jantungku yang sudah tak beraturan dan pipiku yang mulai memerah, aku segera berlalu darinya.
Ah... Betapa bodohnya aku. Kenapa kesempatan seperti itu
aku lewatkan begitu saja? Bukankah seharusnya aku bisa berteman dan
berkenalan lebih dekat dengannya? Namun aku, tetaplah aku. Lara, gadis
berusia 23 tahun, yang hanya mampu menjadi seorang pengagum rahasia.
Sore ini, aku duduk di bangku stasiun kereta, menunggu Leo.
Sabtu sore, adalah jadwal Leo latihan basket. Dan itu berarti, aku di
sini akan melihatnya dengan penampilan yang entah kenapa membuatku
semakin menyukainya. Sebentar lagi, seperti biasa, Leo akan tampak
menunggu kereta dengan seragam basket tanpa lengan yang basah oleh
keringat. Sebuah bola basket di tangan kanan, dan bahu kiri menyandang
ransel yang berisi air minum di saku samping, dan handuk kecil di
talinya. Ah Leo, dia semakin mempesona bila seperti ini.
Aku memilih posisi bangku yang bersebrangan dari tempat Leo
menunggu kereta. Karena dengan posisi seperti ini, aku bisa menatapnya
lebih leluasa, tanpa ia perlu tahu ada aku yang selalu menunggu,
menatapnya dari jauh.
Aku melirik jam, pukul 17.45 Wib, seharusnya Leo sudah di
stasiun sejak jam 17.30 tadi. Lihatlah, betapa aku sudah hapal tiap
menit, bahkan detik kegiatannya. Aku mulai resah, mungkinkah terjadi sesuatu padanya? Mungkinkah ia
mengalami cedera ketika latihan basket? Rasa khawatir menyelimutiku.
Beberapa hari belakangan, Leo memang terlihat sedikit pucat. Sepertinya
ia sedang kurang enak badan.
Pukul 17.57 wib, aku kembali melirik jam, Leo masih
belum terlihat. Mungkinkah Leo pulang bersama temannya? Atau Leo ada
latihan tambahan hingga malam? Atau memang benar-benar telah terjadi
sesuatu padanya? Berbagai pertanyaan kembali berkelebat di benakku.
Hari semakin gelap, adzan maghrib sebentar lagi akan
berkumandang. Aku memutuskan untuk pulang, walau rasa khawatir terhadap
keadaannya masih terus saja terlintas. Leo, apakah kamu baik-baik saja?
Aku kembali ke parkiran, mengambil motor untuk bergegas
pulang saat tiba-tiba terdengar seseorang menyapaku, "Hai, Lara. Kamu
Lara, kan?"
Aku menoleh ke arah suara. Leo? Ya Tuhan, benarkah ini Leo?
Seketika jantungku berdetak tak karuan. Rasanya aku sulit bernapas, aku
butuh oksigen tambahan.
"Hei... Kok malah bengong? Kamu Lara, kan? Yang tinggal
satu komplek denganku?" tanyanya lagi, seraya mengibas tangan di wajahku.
"Eh... A...aku, iya aku Lara," jawabku tergagap.
"Kamu mau pulang? Aku boleh nebeng, nggak? Kereta pada
penuh kayaknya. Aku telat tadi, ada latihan tambahan." Kini Leo sudah
berada persis di sampingku. Beberapa detik, aku masih bergeming. Berusaha meyakinkan diri, bahwa yang di hadapanku kini adalah Leo.
"Eh. Kok bengong lagi, sih? Boleh nebeng, nggak?" Leo
mengulangi pertanyaannya, yang segera aku balas dengan sebuah anggukan
tanpa kata.
"Udah, biar aku yang bawa." Leo memberi isyarat agar aku
turun dan duduk diboncengan. Aku menurut tanpa kata. Pikiran
dan perasaanku masih meraba-raba, benarkah ini nyata?
Sore ini, saat langit menggurat warna keemasan, ada rasa yang sulit untuk dikatakan. Ya Tuhan, mimpikah aku? Jika ini
benar mimpi, aku tak ingin terjaga. Biarkan aku bermimpi selamanya.
-Cici Putri-
Lara bangun Lara.. jangan kelamaan mimpinya.. hehehe
BalasHapusBlognya kumpulan cerpen ya?
Bagus :))
Hhehe. Nggak kok mba. Ini blog isinya random. Gado2. :D
BalasHapusHai Lara, semoga awal yang baik ya dengan pulang barengnya sama Leo, hehe
BalasHapuslara...jangan malu-malu
BalasHapusLara.... jgn bengong ya
BalasHapusLara...
BalasHapusJangan pegangan pinggang Leo ya. Bukan mahramnya. Hahahaha.
Manis kok Ci. Tapi saran aja, endingnya dibikin para pembaca penasaran. Biar lebih greget n ninggalin kesan gimana gitu sama cerita ini. Hehe. Btw, diksi di tulisan Cici makin oke loh :)
Aaaakkk... Ini seriusan Emud blg diksi aku makin oke? Kalau Emud yg blg, aku jd melayang. *nyari pegangan*
HapusMotornya lara pake pembatas triplek kok, Emud. Wkakaka.
Serius. Gini2 aku kan rajin blogwalking ke blog member OWOP land, hehe. Jadi ya... lumayan paham si A tulisannya gini, B gitu, C begono. Haha.
HapusYa ampun... Kesian... Si Lara :)))
Ini tidak bersambung ya, Ni?
BalasHapusSetuju, diksinya keren. :D
Suka!^^
Masih ragu, mau bersambung atau tidak. Atau fika mau buat lanjutannya? Bisa sambung cerita nih kita. :)
HapusLara udah bangun kan sekarang?
BalasHapusLara ungkapkan aja...nanti menyesal lho
BalasHapusNggak nyangka, banyak yang support n prihatin ama Lara. Hahaha.
BalasHapusMakasi bua smua yg udh singgah :D
minta pin bb nya aja #eh
BalasHapusDiksinya bagus. Ayuk bikin sambungannya bergantian. Siapa tau ini terobosan yang bikin ODOP mendunia. #mimpi harus tinggi. :D
BalasHapuscinta dalam hati yaa^^
BalasHapus