Minggu, 29 Maret 2015

Atan dan Bejo - Tebakan

Al kisah Atan dan Bejo adalah dua pemuda yang sudah menjadi sejoli sejak awal kuliah hingga semester limit sekarang ini. Sore itu mereka nongkrong di tempat mkan favorit, di mana lagi kalau bukan Warung somay Kang Mamat. Sambil menunggu kang mamat menyiapkan somay pesanan mereka, Atan mengajak Bejo main tebak-tebakan.

Atan : Jo, main tebak-tebakan yuk.

Bejo  : Boleh. Siap takut. (bersemangat)

Atan : Gue dulu, atau lo dulu nih yang ngasih tebakan?

Bejo : Lo aja yang duluan, kan tadi lo yang ngajak.

Atan : Oke. Gue duluan. Bola, bola apa yang mirip kucing?

Bejo  : Hm.. bola apa ya?? Bolanak kucing?

Atan : Salah.

Bejo : ah. Nyerah deh. Males mikir nih.. laper. Emang apaan sih, bola yang mirip kucing?

Atan : Bola emon. Haha...

Bejo  : haha... iya ya.. bener juga. Sekarang gue ya... Panda, panda apa yang imut dan ngangenin?

Atan : Panda kesayangan ilang di jalan.

Bejo  : Salah.

Atan : Trus apa dong?

Bejo  : Pandangin aja gue.. haha..

Atan : Iiih... kepedean lo jo. Muka item bulet gitu pake bilang imut.

Bejo  : haha.. biarin. Kan gue yang punya teka-teki.

Atan : Oke. Sekarang gue lagi ya.. Tadi tentang binatang, kalau sekarang tentang makanan. Biar lo semangat. Hehe. Kripik, kripik apa yang paling gak enak?

Bejo : Kripik yang gak enak?? Kripik apa ya? kripik gosong?

Atan : Salah.

Bejo : Kripik melempem??

Atan : salah

Bejo : Terus kripik apa? Habis semua kripik menurut gue enak sih.. haha

Atan : Ah, dasar elo. Hantu kripik.

Bejo : Lah, daripada elo. Hantu-hantuan. Haha

Atan : Udah. Cepetan jawab. Kripik apa yang paling gak enak??

Bejo : Hmm.. kripik apa ya?? (Mulai garuk-garuk kepala yang ketombean) Nyerah deh. Emang kripik apa sih?

Atan : Kripikiran skripsi. Hehe. Gimana? Bener gak enak kan? (Nyindir si Bejo yang belum tamat-tamat)

Bejo  : Hwaaaa... hu..hu.. hiks.. lo bener tan. Emang paling gak enak tu kripik. Kripikiran skripsi. Hiks... (Nangis bombay)

Atan : Makanya.. kalau emang gak enak, cepetan lo selesein. Jangan malah cuma lo pelototin aja tu skripsi. Mau sampe kapan lo gini-gini aja? (ngomel ala cowok. *gak jauh beda sama ngomel ala cewek)

Bejo : iya. Iya.. (mulai kesel)

Kang mamat : (mendadak kepalanya nonggol di tengah-tengah kemesraan Atan dan Bejo) Appaaaa??? Jadi mas Bejo selama ini udah bertahun-tahun langganan somay saya belum tamat-tamat toh?? Anak saya aja yang belakangan wes tamat mas. Yo kalo ngene gak jadilah, rencana sampeyan mau tak jodohkan ama anakku.

Bejo : Hwaaaa.... kang mamaaaat??????
(Nyesel plus kesel. Kalap. Nelen somay ama piring-piringnya)




 #BukanKomporSkripsi
@ciciliaputri09

Sabtu, 28 Maret 2015

Kehormatanku

Kehormatanku..

Kehormatanku aku yang jaga
Tak peduli orang suka, tidak suka

Kehormatanku aku yang jaga
Bagaimanapun sinisnya mereka
Aku akan tetap mempertahankannya

Kehormatanku aku yang jaga
Tanpa perlu ada aturan ataupun undang-undang dari negara

Kehormatanku aku yang jaga
Karena percuma aturan segudang adanya
Tapi malah membuatku semakin tertantang untuk melanggarnya

Kehormatanku aku yang jaga
Bagaimanapun acaranya
Dimanapun berada
Akan selalu kupertahankan sebisanya

Kehormatanku aku yang jaga
Karena aku yakin, dengan menjaganya aku akan semakin mulia di mata-Nya

Kehormatanku aku yang jaga
Betapun sulitnya, akan kuberjuang sekuat tenaga

Kehormatanku aku yang jaga
Karena aku ingin menjadi bidadari surga-Nya
Bukan wanita cantik penggoda nafsu belaka

Kehormatanku aku yang jaga
Karena kuyakin inilah jalannya
Jalanku untuk taat kepada-Nya

_Hijabkan diri, atur emosi, asah nurani, dekatkan diri pada ilahi_

By
Seseorang yang masih berusaha dan berjuang menjaga citra diri sbg seorang muslimah
@ciciliaputri09

Jumat, 27 Maret 2015

Bidadari berbaju biru


Lebih kurang minggu yang lalu, aku baru saja mengikuti salah satu agenda wisata alam yang diadakan oleh komunitas One Day One Juz atau yang lebih terkenal dengan sebutan ODOJ. Di luar dugaan aku, ternyata dalam agenda ini ada salah seorang umahat (ibu-ibu) yang ikut membawa suami dan anak-anaknya. Luar Biasa. Mereka semua terlihat begitu semangat, terutama anak-anaknya. Umahat ini membawa 3 orang anaknya yang masing-masing berusia lebih kurang 9 tahun, 7 tahun, dan 5 tahun. Walaupun jalan yang harus ditempuh untuk mencapai lokasi wisata, yakni air terjun ini tidak mudah, tapi mereka para mujahid kecil ini terlihat begitu semangat tak kenal lelah. Bayangkan, dengan usia mereka yang masih kanak-kanak,  harus menempuh jalan setapak di dalam hutan berbukit yang jalannya naik turun dan melewati dua buah anak sungai bebatu, dan perjalanan ini memakan waktu lebih kurang 30 menit dengan berjalan kaki. 

Selama perjalanan ini, aku mendapat pelajaran berharga dari mereka, terutama si gadis berbaju biru, mujahidah kecil berusia 7 tahun. Saat perjalanan pulang dari lokasi air terjun menuju tempat Bus kami diparkirkan, aku berkesempatan mendampinginya karena sang abi dan ummi masih tertinggal berjalan di belakang kami. Sedangkan dia, si mujahidah cilik sudah melesat mendahului yang lainnya. Aku pun tidak mau ketinggalan, karena kebetulan dia berada tepat di depanku, maka akupun berusaha mendampinginya. Maklum, jalan yang kami lalui tidak mulus, ada beberapa jalan yang terjal dan butuh kehati-hatian ekstra untuk melewatinya.

Sepanjang perjalanan bersamanya, aku sempatkan mengajak gadis cilik berbaju biru ini untuk berkenalan dan ngobrol-ngobrol ringan menanyakan seputar keluarga dan sekolahnya. Yaa.. pertanyaan standar saat perkenalan untuk memecah kekakuan. Dari obrolan singkat kami, barulah aku tahu ternyata umurnya masih 7 tahun dan duduk di kelas dua SD. Sungguh masih sangat muda tentunya. Ketika aku bertanya, “Gak capek?.”

 Mujahidah cilik menjawab dengan lugu,”Enggak.”

“Masih semangatkan?” tanyaku memastikan.

“iya, masih.” Jawabnya sambil mengangguk.

“Kenapa kok semangat banget? Kan jalannya jauh, mendaki, di hutan lagi.” tanyaku ingin tahu, mencoba mendalami apa yang sebenarnya membuat seorang anak kecil terlihat selalu bersemangat menempuh perjalanan yang melelahkan ini.

”Hmmm…” dia terlihat malu untuk menjawab.

“Pasti semangat mau nyeritain ke temen-temen ya, kalau liburannya mendaki bukit di dalam hutan dan sampai ke air terjuuuunnn” aku berusaha menebak sambil menggoda.

“Hehe.. Iya,jawabnya sambil mengangguk pelan, malu-malu.

Luar biasa, pikirku. Ternyata benar, jika kita punya tujuan dan gambaran jelas tentang kebahagian yang akan kita dapatkan dalam perjuangan ini, kita pasti akan senantiasa bersemangat menjalaninya, walaupun jalan yang ditempuh tidak mudah. Oh mujahidah cilik, tanpa sengaja kau telah mengingatkanku kembali akan pentingnya tujuan.

Selama perjalanan, aku masih berusaha selalu mendampingi si bidadari berbaju biru itu, beberapa kali sempat aku menawarkan untuk berhenti sejenak, karena sudah tidak tega melihat dia yang kelelahan, dan karena akupun sebenarnya juga merasakan kelelahan yang sama, tapi dia menolak dan berkata,”nanti aja kalau udah capek.”

“Wah, kalau gitu sekarang belum capek donk.” Kataku 

“Capek juga, tapi masih bisa ditahan.” Jawabnya polos.

Ya Allah,, sekali lagi Engkau beri hamba pelajaran dari gadis cilik ini. Dia mau menahan lelahnya, demi merasakan indahnya perjuangan menaklukkan jalan ini. Begitu pula dalam perjuangan dakwah ini memang akan ada lelah dan payah, tapi jika kita mampu bertahan tentunya akan ada banyak hal indah yang bisa kita caritakan untuk dijadikan pelajaran. Setelah beberapa lama berjalan, akkhirnya sampailah kami pada pendakian terakhir, dan ini adalah pendakian yang paling terjal dari sebelumnya, maka sekali lagi aku menawarkan,”Mau istirahat dulu sebelum mendaki atau masih semangat?” tanyaku dengan penuh senyuman melihat ke arahnya.

“Nanti aja, pas sampai atas” jawabnya mantap

“Seriuuuss….??” Tanyaku menggoda.

“Iya, nanti aja sekalian istirahatnya, pas udah nyampe  atas.” 

“Oke. Kalau nanti capek dan gak kuat, bilang ya..” cucuran keringat dan wajah yang mulai pucat perlahan terlihat menggantikan rona wajahnya, jilbab biru tua yang dikenakannya, mulai terlihat agak miring ke kiri, beberapa helai rambut terlihat mengintip ke luar, seakan ingin ikut meneriakan betapa perjalanan ini membutuhkan energi yang tidak sedikit. Ada rasa khawatir melintas di pikiranku, kalau-kalau nanti mujahidah cilik ini tidak kuat dan jatuh pingsan. Tapi syukurlah, rupanya dia masih bertahan.

Saat sampai di tengah pendakian,”Istirahat dulu deh kayaknya” katanya dengan nafas ngos-ngosan sambil memegangi kaki.

“Oh mau istirahat? Boleh. Yuukk” kataku.

Kamipun mengambil posisi menepi. Sambil berselonjor di atas rumput, akupun mengeluarkan botol air minum dari dalam tasku, dan memberikannya pada bidadari cilik di sampingku. Aku persilahkan dia minum duluan. 

Ketika kami sedang beristirahat, beberapa teman-teman yang lain lewat sambil menyapa dan berujar, “Wah, luar biasanya adinda cilik kita satu ini. Jauh loh padahal, masih semangat aja kayaknya.” Begitulah kira-kira komentar dari beberapa teman-teman yang lewat di depan kami. Dan yang dipuji, hanya diam dan tersipu malu.

“Udah pada lewat ya? Yang lain masih ada gak di belakang?” mujahidah yang satu ini terlihat mulai khawatir, kalau-kalau dia malah jadi yang terakhir sampai nantinya.

 
“Gak kok” jawabku. “Abi masih di belakang kayaknya.” Kataku sambil melihat ke jalan di belakang kami, karena yakin tadi Abi si mujahidah ini masih di belakang. Ternyata benar saja, selang beberapa saat, munculah seorang Bapak-bapak muda mengenakan celana gunung, baju kaos lengkap dengan ransel dan kantong plastik menggelayut di tali ranselnya, dia adalah abinya si gadis cilik di sampingku.

“Abi, kok sendiri bi? Ummi sama adek mana?” mujahidah cilik bertanya pada abinya.

“Ummi sama adek naik sampan. Tadi kebetulan ada yang nawarin naik sampan.” Sang Abi menjelaskan.

“Oh, naik sampan ya..” katanya dengan ekspresi yang bisa dikatakan biasa saja. Datar. 
Tak ada kecemburuan ataupun penyesalan. Tidak ada terlihat raut sedih, ataupun pertanyaan-pertanyaan keluhan seperti, kenapa tadi aku duluan ya? Kalau gak duluan pasti bisa naik sampan sama Ummi, gak perlu capek-capek jalan. Lagian kenapa ummi curang sih pake naik sampan segala? Atau raut-raut kecawa lainnya, sama sekali tak ada terlukis sedikitpun di wajahnya. Yang terlihat hanya senyuman kebahagian karena dia mampu melewati perjalanan yang tidak mudah ini. Sungguh, sekali lagi aku belajar. Betapa tidak perlu mempersoalkan nikmat yang didapatkan oleh orang lain, cukup berbahagialah dengan apa yang sudah ada pada diri kita.

“Masih mau istirahat, atau lanjut jalan sama Abi?” Abi sang mujahidah bertanya sambil berjalan-jalan kecil mengatur nafas.

“Lanjut jalan sama abi ajalah, bi.” Diapun berdiri dan berjalan mengikuti abinya dan mengambil posisi berdampingan.

Aku berjalan pelan di belakang mereka, sambil terus memperhatikan gadis cilik berbaju biru di depanku. Mujahidah cilik mendongak ke atas, melihat ransel dan kantok plastik yang bergelayut di tali tas ransel sang abi, lalu berkata “Abi berat bawanya, bi? Ada yang mau dibantu?” tanyanya dengan tulus dan polos pada sang abi.

“Gak, gak apa kok.” Jawab Abi sambil tersenyum, lalu menggandeng tangan bidadari ciliknya.
ilustrasi: nyaplok di google

Dan untuk kesekian kalinya, kembali aku disadarkan olehnya, si gadis cilik berbaju biru. Ya Allah, betapa di kondisi sulit seperti inipun, di mana badan terasa lelah, kaki seakan mau patah dan keringat mengalir deras ke segala arah, dia justru dengan tulus menawarkan bantuan kepada orang lain. Padahal bisa ku lihat dengan jelas, bahwa beban tas ransel dan kantong plastik yang disandang sang abi dipunggungnya, sebenarnya tidak terlalu membebani bagi seorang laki-laki. Tapi, sepertinya rasa kepeduliannya terhadap orang yang dicintai, membuat ia tak lagi memikirkan itu semua. Yang ia tahu, perjalanan ini melelahkan, dan pasti abi perlu bantuan.
 
Sungguh, perjalanan kali ini, aku rasa bukan sekedar wisata jasadiyah, melainkan juga perjalanan ruhani yang mengajarkan begitu banyak arti dalam kehidupan. Karena sesungguhnya pelajaran hidup ini, bisa kita dapat dari siapa saja, termasuk dari seorang anak kecil sekalipun. 
Kepadamu Syifa, sang mujahidah, bidadari cilik berbaju biru. Terima kasih karena tanpa sengaja kau telah mengajari dan mengingatkanku kembali tentang arti perjuangan, semangat, peduli dan empati. Semoga kelak, Allah menjadikanmu salah satu pejuang untuk menegakkan islam di bumi pertiwi. Aamiin.

Wisata Alam ODOJ RIAU.
15 MARET 2015

Sabtu, 21 Maret 2015

Si Greeny

Kali ini lagi dapat challenge give away dari salah seorang teman untuk buat tulisan tentang si ijo 3 kilo. Oke. Challenge accept. Aku akan menulis tentang si ijo yang satu ini, dan biar lebih asik aku menamainya "Si Greeny".

Entah tahun berapa bermula, saat si Greeny mulai dibagi-bagikan ke masyarakat di segala penjuru, di bumi pertiwi. Tapi seingat aku sih sekitaran tahun 2000an saat Pak SBY menjabat sebagai Presiden untuk periode pertama (Mudah-mudahan bener. hehe).  Katanya sih ini program pemerintah dalam rangka pengalihan minyak tanah ke bahan bakar gas. Agar lebih hemat. Tau deh... yang dimaksud hemat itu yang gimana. karena aku belum melakukan research soal ini. hehe. Tapi, apapun itu, yang jelas secara pribadi menurut aku emang lebih hemat sih. Ya, minimal hemat waktu, karena masak jadi lebih cepet, dan gak perlu berlama-lama nungguin masakan mateng. Apalagi kalau masak pake si Greeny dan pasangannya tentunya (Baca: kompor gas) ini, aku gak perlu repot-repot buat nyari korek api atau sejenisnya buat nyalainnya. Cukup tekan dan putar tombol. Ceklek. Nyala deh apinya. Langsung biru dan rata lagi. Gak perlu nunggu dulu kayak kompor minyak buat memastikan apinya rata atau belum. Nah, itu tuh salah satu hemat menurut versi aku kalau kita make si Greeny dan partnernya. :D

Oke. Back to cerita bagi-bagi si Greeny tadi. Jadi ceritanya, waktu si Greeny dibagi-bagikan dulu, Alhamdulillah di rumahku udah lama juga makai gas buat keperluan memasak sehari-hari. Tapi makai si tabung biru yang non-subsidi. Nah, pas ada pembagian si Greeny, ternyata kami kebagian juga. Lalu akupun bertanya sama mama, "Ma, kita dapat jatah tabung juga ya ma?" tanyaku polos.
"Iya, dapat. Kan semuanya kebagian, tiap Kepala Keluarga (KK) dapat satu." mama menjelaskan.
"Ooo.. gitu. Kirain cuma untuk yang kurang mampu aja ma." kataku.
"Gak. Emang semua dapat kok, kan udah dihitung berapa jumlah KK per desa." mama menambahkan.
"Oh. Gitu ma." akupun tidak terlalu ambil pusing soal ini. Maklum dulu masih polos. Jadi gak mau musingin hal-hal yang belum makanan aku. hehe

Akhirnya si Greeny dan parntnernya  pun sekarang ada di rumahku. Tapi sayang, dia jarang digunakan. Karena si biru masih ada, paling untuk cadangann sementara aja, kalau si biru mendadak habis. Bukannya sok kaya jadinya gak pakai si Greeny yaaa, bukan karea itu. Tapi karena yang biasa urusan beli dan pasang tabung gas itu adalah papaku, dan beliau males kalau harus ngisi berulang-ulang karena Greeny beratnya cuma 3 kg, dan untuk membelinya juga cukup jauh. Karena itu, Si Greeny pun sering jadi penganggura di rumahku. :D

Si Greeny mulai terasa manfaatnya saat aku kuliah di tahun ketiga. Aku kuliah jauh dari orang tua, bisa dibilang, orang tuakku di kabupaten, aku kuliah di provinsi. Dan jika ingin pulkam alias pulang kampung ke rumah orang tua, aku harus menempuh perjalanan lebih kurang 4-5 jam menggunakan travel. Karena jauh dari orang tua, otomatis aku menjadi anak kos, dan pada tahun ketiga itulah si Greeny baru bisa aku bawa dan gunakan, karena pada saat itu, aku dan teman-teman memilih untuk menyewa sebuah rumah. Rumah petak dengan 2 kamar, dan tentunya komplit dengan dapur mini. Singkat cerita, setelah mengusulkan dan berunding dengan teman-teman satu kos, akhirnya kami memutuskan untuk beralih ke kompor gas, agar lebih cepat. Maklum, kami semua punya jam terbang tinggi. haha. (Sok Sibuk. LOL) Walaupun pada awalnya ada yang kurang setuju, karena temenku yang satu ini gak bisa make kompor gas, gak tahu caranya dan takut meledak katanya. Hehe. Maklumlah, semenjak si Greeny beredar di pasaran, and as you know si Greeny ini sering dikabarkan meledak. Aku sih gak tahu pasti apa penyebab mereka yang menggunakan si Greeny ini, bisa sampai kejadian seperti itu, bisa jadi salah penggunaan atau tabung gas yang bocor dan si pengguna gak sadar. Wallahu'alam. Syukurlah sepanjang aku bersama Greeny, dia baik-baik aja.

Sebenernya kalau mau diceritain ada banyak banget pengalamanku bersama Greeny. Terutama saat-saat jika ia mendadak habis tanpa diminta di tengah malam saat kelaparan. Hiks.:'( Dan, ini sudah terjadi beberapa kali. Atau saat dia habis ketika aku tengah menggoreng ikan. Oh no. Ikanku jadi terendam minyak, dan saat itu masih pagi buta, dan tentu saja pangkalan ataupun warung tempat isi ulang belum buka. Sementara kerjaan harus deselesaikan pagi itu. Hmm.. Di situ kadang saya merasa sedih. :'(

Tentang Greeny yang lainnya, mungkin kalian semua juga tahu. Kalau saat ini harganya gak menentu. Jadi jangan coba-coba pergi beli Greeny dengan bawa uang pas-pasan. Karena kamu bisa kecewa karena harganya jauh berbeda.

Ngomong-ngomong soal harga, aku  pernah loh ngalaminnya. Bawa uang, ternyata kurang. Terpaksa harus balik lagi. Udah nyarinya susah. :'( Harga normal si Greeny yang ku beli biasanya kisaran Rp 16.000- 18.000. Tapi kali itu aku sengaja bawa uang lebih, karena sebelumnya pas isi ulang harganya beda, gak kayak biasa, yaitu Rp 23.000,- dan dapatinnya susah. Mesti mutar-mutar ke beberapa pangkalan. Untungnya waktu itu aku bawa uang lebih. Nah, kali ini aku udah sengaja bawa uang lebih dari yang kemaren, karena takut kurang. Sore itu, aku bawa uang Rp 30.000,-. Aku pergi pake motor bersama adikku, biar gampang dia yang pegang Greeny di belakang. Setelah mutar-mutar di beberapa tempat, barulah aku menemukannya. Oh, syukurlah. Lega. Akupun turun dari motor dan bertanya kepada si penjual.
"Kak, gasnya masih ada kan?" tanyaku memastikan.
"Ada dek, tapi harganya mahal, dapatnya susah dek, harus berebut sama orang-orang kaya." si kakak penjual menjelaskan.
Dalam hati, aku bergumam. Ngapain sih orang-orang kaya itu pake rebutin si Greeny segala. Merekakan masih sanggup beli si Biru? Kasian donk kami yang anak kosan gini, kalau belinya mahal. Hmm.. tapi apalah daya. Toh juga percuma aku ngedumel. Gak merubah keadaan.
"Emang harganya berapa kak?" tanyaku lagi.
Ada rasa was-was juga, takut uangku kurang. Ternyata benar saja, si penjual menjawab, "Harganya Rp 35.000 dek."
"Wah... Rp 35.000 ya?" kataku kaget. "Saya cuma bawa uang Rp 30.000 nih kak. Padahal udah sengaja bawa lebih dari kemaren, takut kurang. Eh. Rupanya masih kurang juga."
Kakak penjual terdiam sesaat. Akupun berpikir, gimana caranya ini? Balik lagi, ya lumayan jauh sih. Tapi, nanti kalau udah balik apa gasnya masih ada? Jangan-jangan udah diserobot yang lain lagi? Pikirku.
"Emang tinggal di mana dek? Jauh ya?"
"Gak jauh-jauh amat sih kak. Tapi kalau balik lagi lumayan juga, terus nanti takut gasnya udah diambil orang." aku menjelaskan. Karena saat itu, bisa aku liat,  stok  Greeny milik si penjual gak banyak.
"Udah dek. Kalau mau bawa aja dulu. Nanti antar uangnya ke sini."
"Wah.. bener nih kak? Gak papa saya bawa dulu?" tanyaku.
"Iya gak apa, bawa aja." katanya meyakinkan.
"Aduh. Jadi gak enak nih kak. Tapi, makasi banget loh kak. Nanti uangnya langsung saya antar ke sini." kataku senang.
Akhirnya akupun memberikan Greeny yang lama untuk ditukar dengan Greeny yang baru kepada si penjual sembari menyerahkan uang Rp 30.000,- . Akupun segera pulang. Sampai di rumah, tanpa menunda lagi aku langsung mengambil uang untuk membayar kekurangan tadi dan segera berangkat menuju kedai kakak penjual yang baik hati. Sepanjang jalan ada banyak hal yang berkecamuk di otakku. Pertama, tentunya rasa syukur karena Allah masih selalu mempertemukanku dengan orang-orang baik yang selalu ada untuk membantu. Kedua, di pikiranku mulai terlintas apa dan bagaimana sebenarnya sasaran penggunaan si Greeny ini? apa benar ia bertujuan untuk membantu rakyat miskin? Jika memang iya. Kenapa orang kaya masih saja bebas membelinya? atau ia deperuntukkan untuk seluruh rumah tangga dengan pemakaian sewajarnya? Dan soal harga kenapa sering berubah-ubah? Bagaimana dengan mereka yang punya penghasilan harian pas-pasan? dengan harga yang melonjak 2 kali lipat seperti ini, bukankah ini menyulitkan?
Ah.. entahlah. Akupun bingung memikirkannya. Entah siapa yang mau disalahkan. Yang jelas, aku sebagai rakyat biasa berharap, pihak-pihak terkait mampu menyelesaikan semua persoalan ini agar tidak ada lagi masyarakat yang merasa terbebani tanpa kejelasan yang pasti.

Jumat, 20 Maret 2015

Perjalanan dua tahun



Dua tahun,
Ada 730 hari sudah terlewati.
Dua tahun.
Ada 17.520 jam yang berputar silih berganti.
Dua tahun.
Ada 1.051.200 menit yang terulang berkali-kali.
Dua tahun.
Berjuta-juta detik berbilang, tak terhitung lagi.
Dua tahun.
itulah waktu yang sudah ku lalui bersama mereka di sini.
dalam sebuah kebersamaan yang makin hari semakin sayang tuk ku tinggali.
Dalam sebuah hubungan kerja yang ku rasa lebih seperti keluarga.
Di sini. Bersama meraka dua tahun waktu ku lalui sudah.
Suka duka? Tentu saja itu ada.
Rasa jenuh? Tak jarang itupun datang tanpa diminta.
Ingin keluar? Jujur saja, terkadang terbersit juga.
Tapi, semakin aku ingin mencari pengganti, tuk keluar dari sini.
Semakin kuat pula alasanku untuk bertahan.
Bukan. Bukan karena jaminan masa depan yang banyak diberikan.
Karena di sini tak aku dapatkan jaminan yang demikian. 
Karena perusahaan ini juga masih di permulaan.
Melainkan ada pada rasa saling pengertian yang selalu ku dapatkan.
Ada pimpinan yang lebih tepat ku rasakan sebagai kawan.
Ada atasan yang saling memahami,
bukan sekedar basa basi penjaga gengsi.
Dua tahun
Sungguh waktu yang mungkin tak sebentar
Jika kau lalui hanya dengan berdiam diri
Tapi di sini,
Sungguh rasanya aku bisa menemukan semua,
Menjadi apa yang ku suka,
Walau terkadang tak jarang
Rasa sulit datang menghimpit
Bukan karena punya hutang yang melilit,
Tapi karena orang sekeliling yang kadang berpandangan sempit.
Sering menganggap orang sebelah mata,
Jika ia bekerja bukan di perusahaan ternama,
Ku akui hal itu bukan tidak penting,
Terlebih jika orang tuamu sangat berharap itu.
Ya, jujur saja mungkin keluargaku salah satunya.
Bagaimana tidak. Si juara umum sedari sekolah hingga kuliah
Harus berakhir, di pekerjaan yang tidak begitu wah.
Tapi biarlah.
Ku biarkan mereka dengan persepsinya
Karena bukankah aku yang menjalani semuanya?
Toh, tidak sedikit teman-temanku yang bekerja di perusahaan ternama tetap saja mengeluh dan ingin keluar dari pekerjaannya.
Hal ini sudah cukup bagiku untuk menjadi alasan,
Kenapa aku tetap bertahan.
Ya, karena aku bisa menjadi diriku, tanpa perlu banyak tekanan.
Sungguh, dari lubuk hati yang terdalam aku bersyukur
Sangat bersyukur atas semua ini
Sekali lagi di sini.
Kebersamaan ini. Di keluarga ini.
Aku berhasil menemukan diri, bakat dan potensi.
Walaupun sesungguhnya jobdes yang kujalani tidak sesuai dengan passion yang dimiliki.
Tapi syukurlah, sekali lagi aku bersyukur.
Karena atasanku tidak terlalu banyak mengatur.
Oh.. sungguh. Aku kembali amat sangat banyak bersyukur.
Karena sudah terlalu banyak nikmat yang tidak bisa diukur.
Dua tahun
Aku tidak tahu, berapa lama lagi aku akan berada di sini.
Mungkin sebulan, dua bulan, atau bahkan masih bertahun-tahun lagi.
Entahlah.
Akupun tak tahu pasti.
Tugasku sekarang hanya menjalani,
Atas semua anugrah yang Allah beri.
Semoga Allah selalu menuntunku ke jalan yang diridhoi.
Hingga aku layak ke surga-Nya nanti.
Aamiin.

Spesial thanks to my Boss. Mr. Aswirman.
Cause you have helped me find my self and let me to be me.
May Allah Bless you and family.

Pekanbaru, 20 Maret 2015

Rabu, 18 Maret 2015

#malas

#Malas itu penyakit. Semakin kamu malas, semakin kamu sakit. Maka Rajinlah...

#Malas itu ibarat berbohong. Karena sekali malas, akan menimbulkan malas2 selanjutnya, sama kayak berbohong. Maka Rajinlah...

#malas itu seperti kotoran. Makin kamu membiarkannya, makin ia sulit dihilangkan. Maka Rajinlah...

Ini bukan soal kamu orang yg rajin atau #malas. Tp ini soal kamu mau atau tidak melawan rasa malas.

karena #malas itu juga seperti cinta. Bisa dtg menghampiri siapa saja. Maka bersiaplah menempatkan malas pada tempatnya.

Loh kok gtu?? Td katanya g blh malas? Kok skrg malah disuruh #malas pada tempatny?? Udh kyk buang sampah aja pada tempatnya. Hehe
Walaupn #malas sering kali menghambat produktifitas kita, tp adakalanya kita perlu memeliharanya

Memelihara?? Rasa #malas?? Wah apa lgi ini?? Haha.. sabar sob. Bntr aku jelasin.. *nyambi sarapan pagi

Kita pelihara #malas ini. Minimal pada 1 tempat yg paling istimewa. Yaitu tempat yg amat penting utk masa depan kita... #eh. *ngawur

Maksudnya peliharalah #malas dalam hal maksiat. Ini wajib. Penting. Kudu. Catet

Memelihara #malas dlm bermaksiat tentunya akan membawa keberuntungn utk kita. Klo udh #malas maksiat, tentunya taat datang mendekat.Keren.

Maksiat itu lingkupnya luas loh sob, jgn trlalu sempit mengartikannya ya.. #malas
Maksiat yg aku maksud dsni adlh smua hal2 yg menjauhkn kita dari perintah & larangan-Nya.So,wajib #malas utk hal ini.

Nah itu td, sdikit kultwit ttg #malas Smga kita bisa membuang & mnjga #malas pd tmpatnya. :D
Have a nice day semua, dtulis di tangah gerimis di kota Pekanbaru. Mncoba brbagi dalam keadaan #malas yg trkdg menyelimuti diri.

Rabu, 18/03/15
@ciciliaputri09

I.N.D.A.H

Spesial teruntuk sahabat-sahabatku.

Jika kamu mulai lelah dan semangat terasa kian melemah. 
Maka ingatlah selalu kata-kata yg  "INDAH"

I-ngat apa alasanmu dulu ingin melakukannya. 

N-iatkan karena Allah

D-oakan selalu keinginanmu dengan tulus pada-Nya.

A-tasi segera masalah yang ada, jangan biarkan berlarut-larut. Move on segera.

H-idupkan suasana. Baik suasana hati maupun lingkungan jasadi. 

Hati -> perbanya baca kisah perjuangan, baca qur'an,perbaiki ibadah dan perbanyak amalan.
Lingkungan -> jika lingkungan yang membuatmu malas, maka menjauhlah. Tak ada guna berlama-lama di sana, jika kamupun belum sanggup bewarnai mereka.

Keep Semangat Kawan!!
Sesungguhnya kamu tidak butuh motivator, karena  motivator terhebat itu adalah dirimu sendiri.

Mangaaad...!!!

@ciciliaputri09

Sempurna

Hai... semua!!!
Pasti pada tahu kan lagu "Sempurna"? Lagu yang pada awalnya dinyanyikan oleh Andra and the Backbone, yang pada akhirnya malah lebih terkenal ketika dinyanyikan oleh si gadis cantik, Gita Gutawa.
Tentunya kamu semua tahu kan lagu ini bercerita tentang apa? Yap, bener banget. Tentang seseorang yang sedang jatuh cinta pada sang kekasih. Cinta yang begitu dalam, karena sang kekasih begitu baik, dan setia saat suka maupun duka, intinya sih gitu. Sehingga jadilah ia menganggap bahwa sang kekasih begitu 'sempurna' di matanya.
Hmmm... mendengarkan kembali lagu ini, mendalami kembali setiap baris liriknya. Akupun tertarik untuk melakukan sedikit perubahan sederhana pada liriknya. So, yuuk  kita nyanyikan sama-sama.
Cekidot gais..

Kau begitu sempurna
Di mataku Kau begitu indah
Kau membuat diriku akan slalu memuja-Mu
Di setiap langkahku
Ku kan slalu memikirkan diri-Mu
Tak bisa ku bayangkan
Hidupku tanpa Cinta-Mu

Janganlah Kau tinggalkan diriku
Takkan mampu ku hadapi semua
Hanya bersama-Mu ku akan bisa
Kau adalah Tuhan-ku
Kau Allah-ku yang satu
Kau adalah Tuhan-ku
Sayangi diriku
Oh. Allahu Kau begitu...
Sempurna

Kau genggam tanganku
Saat diriku lemah dan terjatuh
Kau tunjukkan cahaya
kembalikan mimpi-mimpiku

Janganlah Kau tinggalkan diriku
Takkan mampu ku hadapi semua
Hanya bersama-Mu ku akan bisa.
Kau adalah Tuhan-ku
Kau Allah-ku yang satu
Kau adalah Tuhan-ku
Sayangi diriku
Oh. Allahu Kau Begitu...
Oh. Allahu Kau Begitu...
Sempurna.
Sempurnaaa...

#SemogaGubahanSederhanaIniMampuMembuatCintaKitaSempurnaPada-Nya



Selasa, 10 Maret 2015

Aku dan Cokodot


Coklat..
Hmm.. apa yang harus ku ceritakan tentangmu, jika menikmatimu adalah kegemaranku.
Coklat...
Apa yang harus ku jelaskan tentangmu, jika hampir semua orang sudah tahu betapa nikmatnya rasamu. 
Tapi biarlah, aku akan mencoba berbagi, bersama mereka yang juga penggemarmu di sini.

 ***
Malam itu, entah hari apa tanggal berapa akupun tak sangup mengingatnya dengan pasti.
Saat itu, aku menonton televisi yang mana kala itu meliput tentang kisah sukses seorang pengusaha coklat. 
Wow.. Pengusaha?? Coklat?? akupun semakin bersemangat menonton acara ini.
Selain ingin tahu rahasia suksesnya, aku juga ingin tahu di mana coklat itu dijual. Sebagai bahan referensiku untuk icip-icip. Hehe..

Tak disangka, ternyata coklat yang dijual sang pengusaha muda ini sungguh berbeda dari coklat-coklat yang banyak dijual di pasaran. Betapa tidak, dari namanya saja sungguh sudah menunjukkan keunikannya, namanya "Cokodot." Nah loh... aneh kan? Bukannya diberi nama coklat tapi malah cokodot, untung gak cokodok. Oops. Hehe.. 

Kenapa Cokodot? Ternyata itu semua ada sejarahnya. Ceritanya begini, jadi yang empunya alias si pengusaha cokodot ini, awalnya iseng alias coba-coba, karena sudah bosan makan dodol, dodol yang sering jadi oleh-oleh yang dibawa keluarganya tiap pulang dari Garut, maka untuk menghilangkan kebosanana dia mencoba untuk mengkreasikannya, jadilah dia mencelupkan si dodol ke dalam lumeran coklat, lalu dibekukan di dalam freezer. Daaaan.... Taraaa, ketika dimakan ternyata banyak yang suka. Maka jadilah usaha ini dikembangkan dengan berbagai inovasi dari hari ke hari. Begitu lebih kurang penuturan sang pengusaha tentang asal muasal usahanya.

Dan yang membuat saya semakin terkesima adalah ternyata saat itu usaha cokodot ini sudah sampai terkenal ke mancanegara loh.. Wuuih keren gak tuh? Indonesia yang negara tropis gini bisa tekenal dengan makanan coklatnya, padahal biasanya coklat kan yang paling terkenal dari negara-negara Eropa.
Karena keunikannya inilah, aku jadi kepengen banget nyobain cokodot, selain karena emang suka coklat, aku juga sangat penasaran dengan rasanya, ditambah lagi rasanya pengen aja gitu bisa nyobain coklat produksi dalam negeri.. (ikut bangga. :D )
Hmm,,, tapi apalah daya. Aku harus menahan keinginan ini untuk sementara, karena cokodot hanya ada di pulau jawa sedangkan aku di sumatra.. hwaaa,,,, *nangisBombay
Tapi, dalam hati sudah ku azamkan, suatu hari nanti kalau aku ke jawa akan aku sempatkan untuk menikmati si manis (cokodot) ini. Selama aku menyaksikan tayangan ini di tv, aku penasaran dibuatnya. Ingin segara mencoba dan memakannya. Aku semakin penasaran dan tertarik tatkala sang presenter dan si empunya cokodot menunjukkan berbagai jenis coklat produksinya. Mungkin rasanya semua sama aja "Rasa Coklat." tapi yang membuat berbeda dan unik itu adalah nama-namanya. Betapa tidak, si empunya memberi nama coklat-coklat karya dengan kata-kata yang sedang nge-hitz saat itu. Nama-nama itu antara lain, Coklat sesuatu banget, coklat tolak miskin, coklat anti galau, coklat rasa sayang, coklat cetar membahana, dan banyak lagi deh nama-nama lainnya yang semakin membuatku gregetan kepengen makan.
Tapi, kembali aku sadar, dengan kantong yang pas-pasan ala anak kuliah, tidak mungkin aku pesan coklat dari jawa terus dikirim ke sini. Akhirnya, aku hanya bisa berharap dan kembali berdo'a  semoga diberi kesempatan mencicipinya, langsung di tokonya.

Hari-haripun berlalu, aku sudah melupakan kisah si cokodot ini. Akupun menjalankan aktivitas sebagaimana biasanya. Hingga suatu hari aku silaturahim ke rumah salah seorang teman, namanya Kak Endang. Kak Endang ini sudah seperti kakak kandungku sendiri. Kami juga sudah saling kenal keluarga satu sama lain, jadi bisa dibilang bukan teman biasa, tapi lebih dari saudara. #eeaa

Waktu itu aku dan kak Endang sedang asyik ngobrol, tiba-tiba datanglah Bang Nazar, suami Kak Endang menghampiri.

"Eh cici, asyik banget ngobrolnya. Pasti ngobrolin abang yaaa..." katanya menggoda.

"Iiih.. enak aja. Gak lah yaw.. Bikin rugi aja ngomongin orang jelek kayak abang. Ya gak kak??" kataku gak mau kalah sambil melirik ke arah Kak Endang.

"Ooooh... gitu ya sekarang? oke.. fix. Padahal tadi mau ngasih sesuatu loh" 

"Ah.. paling bo'ongan" kataku

"Beneran" katanya. "Mau coklat gaaak?" 

"Hah?? Coklat?? yang bener bang?" aku bersemangat.

"Iya coklat. Nih, sepupu abang kemaren bawain oleh-oleh coklat satu kardus. Unik-unik loh namanya" katanya sambil mengeluarkan beberapa buah coklat dari kulkas.

Namanya unik? Tiba-tiba aku teringat tentang cokodot tempo hari. Spontan aku langsung bersemangat dan berkata, "Naaaah.. itu pasti cokodot" kataku sambil menjentikan jari.

"Cokodot? apa tuh?" tanyanya heran.

"Iya. Cokodot itu nama coklat bang, alias coklat dodol. Coklatnya udah terkenal sampai manca negara loh." aku menjelaskan dengan semangat. "Cici udah lama banget loh kepengen ini bang" kataku dengan wajah rada memelas.

"Oh.. gtu. Tapi apa bener ini coklat yang dimaksud? jangan seneng dulu deh."

"Ah, bener itu cici yakin" jawabku mantap

Dengan sigap akupun mengambil coklat yang ada di tangan bang Nazar.
"Nahh.. tu kan bener. Ini cokodot. Akhirnya kesampaian juga nyobain ini tanpa perlu jauh-jauh ke jawa sana. hehe"

"Hmm.. ampe segitunya yang doyan coklat" kak Endang menimpali

"Hehe.. kakak, kayak gak tahu Cici ajjja" jawabku malu-malu. "Bang, boleh dibawa pulang kan? Cici minta banyak yaaa.. hehe. Boleh ya... Abang kan baik " pintaku sambil berusaha tersenyum semanis mungkin.

"Hmm,,, kalau ada maunya aja baik-baik deh. Coba kalau gak.." Bang Nazar pura-pura membuang muka sesaat, lalu berkata, "Ya udah. Ambil deh. Tapi bawa secukupnya aja, Cici kan cuma berdua ama temen di kosan, karena nanti abang juga mau ngasih ke teman yang lain" Bang Nazar menjelaskan

"Oke.. siap Bos" kataku dengan gaya prajurit kepada komandan.

Jadilah hari itu Aku pulang dengan membawa beberapa buah cokodot. Ada rasa kasih sayang, sesuatu banget, dan tolak miskin.
Akhirnya.. aku bisa juga menikmati si manis cokodot.

Alhamdulillah ya sesuatu.:D