Sabtu, 27 Juni 2015

Segan Dalam Berkawan


A : Ukhti, pakai jilbab ana aja. Anti kan gak bawa jilbab ganti, dari pada pakai yang itu, udah basah.

B : Gak usah ukh. Ana pakai ini aja. Bentar juga kering kok.

(Case 1 : Padahal jilbab B sudah basah kuyup, tapi segan jika harus pinjam jilbab A. Takut ngerepotin)

A : Ukh, ana ke perpus dulu ya, mau pinjem buku.

B : Pakai apa? Jalan kaki?

A : Iya.

B : Biar ana antar aja, pake motor. Lagi panas banget nih.

A : Gak usah ukh, ana jalan aja.

(Case 2 : Padahal cuaca lagi panas terik, dan jarak antara kelas dan perpus cukup jauh)


A : Ya Allah ukh. Jadi anti belum ngerjain tugas karena gak ada laptop? Dan gak ada uang untuk ngerental? Kenapa gak hubungi ana? Kan bisa pakai laptop ana ukhti.

B : Hehe... Ana segan ukh.

(Case 3 : Padahal A dan B sudah berteman lama)


Pernah ngalamin hal-hal seperti di atas? Saat kamu mau bantu temenmu, tapi dia gak mau? Ataupun dia menolak secara halus, hanya karena alasan segan?
Atau ada temen yang membuat kamu rasanya udah pengen nangis liat dia karena kesulitan hidupnya, tapi tetep dia gak mau cerita?

Kejadian seperti ini mungkin banyak terjadi di sekeliling kita. Entah kita yang mengalami secara langsung ataupun tidak.
Kalau menurut aku sih, temen yang penyegannya "keterlaluan" itu "egois".

Ya, dia egois. Membiarkan dirinya menanggung beban sendiri, tanpa mau berbagi.
Bukankah ukhuwah itu terasa ketika kita saling menanggung satu sama lain?
Saling pengertian, tolong-menolong dalam kebaikan? Lalu, jika seperti ini? Apa kedekatan apa yang bisa dirasakan?

Kedekatan hati dan hubungan tidak akan terasa, jika kita selalu memendam sendirian semuanya.
Kita boleh saja berusaha kuat dan tegar untuk menyelesaikan semuanya sendirian, tanpa minta pertolongan orang lain. Tapi, tidak inginkah kita membuat sahabat kita merasa bahwa dirinya ada?
Setiap sahabat yang baik, pasti selalu ingin ada untuk membantu sahabatnya. Maka tak inginkah kita membuka peluang kebaikan itu untuknya?

Meminta bantuan teman, tidak akan merendahkan diri. Justru membuat persahabatan itu semakin lekat di hati.
Percayalah, dengan memendam sendiri, tidak mau dibantu, tidak mau meminta bantuan, justru membuat sahabatmu sedih berkepanjangan.
Merasa dirinya terabaikan, tak bermanfaat sebagai teman.

Bukankah dengan membiarkan teman kita membantu itu berarti kita juga membuka peluang amal untuknya? Membuka peluang amal dan beramal, bukankah itu ada salah satu kebaikan? Yang sejatinya akan mengokohkan persahabatan?

Lalu dengan sering meminta bantuan, apakah ini nantinya tidak membuat kita menjadi manja dan akhirnya tidak berdikari?
Bukan. Bukan begitu maksudnya.
Tolong-menolong. Saling membantu di sini. Tentunya harus ada tanda kutip. Tidak bisa digeneralisasi seutuhnya. Bukan juga untuk membuat manja sehingga ketergantungan tanpa bisa berbuat apa-apa.
Intinya, biarkanlah peluang amal itu terbuka.
Jangan tutupi hanya karena alasan segan dan gak enakan.

Nah, lalu bagaimana jika kita berada di posisi orang yang dibantu? Jika kita berada di posisi orang yang dibantu bukan berarti juga kita hanya diam saja. Melihat teman-teman kita menyelesaikannya. Tapi, di sini butuh kerja sama, dan gak bisa setengah-setengah. Apalagi kalau persoalannya serius. Menyangkut persoalan yang rumit, dan kondisi yang udah terjepit.
Maka kita sebagai orang yang ditolong juga harus berusaha bangkit, bukan hanya membiarkan teman kita yang berusaha sedangkan kita berdiam diri dengan setengah hati. Masih ada rasa segan, masih ngerasa gak enakan. Bukan, bukan seperti itu.

Biar lebih jelas,  mungkin bisa diilustrasikan seperti ini.

Si A hampir jatuh ke jurang. Dia sudah tergantung di tepi jurang, hanya ada akar pohon tempat ia menggelayut. Ia berusaha mengangkat badannya ke atas, tapi gagal. Ia coba lagi dan lagi. Nyaris putus asa. Hingga akhirnya B yang tak lain adalah sahabat A, melihatnya. Lalu B menawarkan diri untuk membantu, B mengulurkan tangan. Tapi A menggeleng. Karena takut itu akan sia-sia bahkan bisa membuat B jatuh bersamanya. Terlebih lagi A tidak mau merepotkan B. Tapi B berusaha meyakinkan, hingga akhirnya A menyambut uluran tangan B.

Dalam kondisi genting seperti cerita di atas. B tidak akan berhasil menarik A ke atas, jika A sendiri tidak mau menarik dirinya untuk bisa naik ke atas. Diperlukan kerja sama dan saling percaya. A harus melepaskan rasa tidak enakan di hatinya. Jika A menganggap B tulus membantunya, tentu dia akan berusaha untuk mengangkat dirinya, bukan pasrah dalam ragu hingga membiarkan B berusaha sendiri hingga lelah, lalu A dengan pasrah menyerah dan membiarkan dirinya jatuh. Bukan. Bukan seperti itu.

Jika kita sedang ditolong, maka totallah. Ikutlah bersemangat bersamanya, bukan membiarkan dirimu terjatuh dengan sendirinya hingga pertolongan temanmu terasa "sia-sia".

"Hiduplah mandiri, tapi bukan berarti kau harus selalu sendiri"

-cici putri-
@ciciliaputri09

Rabu, 24 Juni 2015

Cemburu

Cemburu
Ya jujur saja aku cemburu
Pada mereka yang mampu berkarya di usia muda

Cemburu
Jujur saja akupun cemburu
Pada mereka yang terus berjuang walau banyak aral menghadang

Cemburu
Kembali lagi terbesit cemburu
Pada mereka yang selalu menyempurnakan ibadah wajibnya 
dan menjaga amalan sunnahnya

Cemburu
Lagi lagi aku cemburu
Pada mereka yang selalu bersyukur
walau hidup jauh dari kata makmur

Cemburu
Tentu saja aku makin cemburu
Pada mereka yang selalu berpegang pada sunnah Rasul
walau tak jarang mereka sering tersungkur, karena dunia tak lagi akur.

Cemburu
Semakin besar rasa cemburuku
Hingga tak sanggup aku membendungnya
Pada mereka yang menyunggingkan senyuman manis di pipi
Kala ajal datang menghampiri

Cemburu
Semoga Allah selalu hadirkan rasa cemburu di hatiku.
Pada mereka para pemburu surga.
Hingga suatu saat nanti akupun mampu berada di sana
Menikmati indahnya surga bersamanya.

-cici putri-
@ciciliaputri09

Minggu, 21 Juni 2015

Satu Ayat

"Satu ayat, yang selalu membuatku kuat. Namun tak jarang, ia juga membuat tenggorokanku tercekat".

Sahabatku.
Sudah lama ingin kutulis tentang kehebatan ayat ini padamu. Bukan. Bukan untuk menyombongkan diri bahwa aku lebih tahu, tapi sekedar ingin berbagi ilmu. Dari sahabatmu yang dosanya menggunung tak tahu malu.
Aku bingung harus memulai dari mana, dan akupun canggung untuk menuliskannya. Karena bagiku ini bukanlah hal yang biasa ku melakukannya. Berbicara tentang firman-Nya, sungguh diri jauh dari kata pantas. Ilmupun tak lebih hanya catatan kecil di atas kertas.

Tapi, semakin ku menunda, mungkin ada rasa ego tersembunyi di dalamnya. Aku tak mau itu, aku ingin berbagi denganmu, dan aku juga ingin kamu tahu. Hingga kaupun mampu merasakannya, bisa jadi kita punya rasa yang sama.

Ku ceritakan sepintas perkenalanku dengan ayat ini.
Beberapa waktu yang lalu, aku sedang mengalami masa-masa sulit dalam hidupku. Saat keingin berdakwah begitu kuat, tapi keluarga justru tak bersahabat, di sana ujian terasa begitu berat.
Aku mencoba bertahan, mencari-cari kesibukan dengan berbagai alasan. Di tengah pandangan sinis, di tengah kata-kata yang sungguh jauh dari bahasa manis. Yang tak jarang membuat hati gerimis dan mata ikut menangis.

Selalu kucoba untuk menguatkan diri, agar ku yakin dengan jalan yang kupilih.
Sungguh luar biasa, saat itulah aku merasa Allah selalu ada, dan akan selalu dan selalu ada bersama hamba-Nya.

Saat itu aku tengah menghapal sebuah surat dalam Al-Qur'an. Tepatnya juz 29. Surat Al-Mulk. Mulai dari rajin mendengarkan murotal dari berbagai syekh dan ustadz, hingga aku memilih salah satu murotal seorang ustadz yang aku anggap sangat cocok dan mudah diikuti untuk dihapal. Setiap kali memutar murotal ustadz tersebut, entah kenapa ada hati yang tersentuh, ada batin yang merasa terhenyuh, hingga membuat air matapun tanpa sengaja ikut terjatuh.
Aku larut dalam bacaannya, karena beliau membaca dengan penuh khidmat bahkan dengan suara parau menahan isak di beberap ayat.

Akupun semakin penasaran, ada apa dengan ayat-ayat dalam surat ini?
Hingga akhirnya aku menemukan suatu ayat. Ayat inilah yang pada akhirnya dan hingga saat ini membuatku selalu kuat, bila ujian datang mendekat.
Aku terpana. Air mata jatuh tanpa diminta.
Satu ayat yang menguatkan. Seolah-olah inilah inti dari semua perasaan.
Aku terhenti di ayat ke-13. Di sana tertulis sebuah ayat yang berbunyi "Wa asirru qaulakum awijharubih, innahu 'aliimunbidzatishshuduur". Artinya "Dan rahasiakanlah perkataanmu atau nyatakanlah, sungguh Dia Allah Maha Mengetahui segala isi hati".
Ya Allah. Subhanallah.
Aku terpana, sungguh seperti baru mengetahui hal ini untuk pertama kalinya. Seketika itu juga aku menjadi kuat, tak peduli dengan sindiran ataupun celaan yang disampaikan orang-orang kepadaku, Karena yang kuyakini hanya satu "Allah mengetahui segala isi hati". Allah tahu bahwa aku tulus mencintai mereka yang ingin aku ajak bersama dalam kebaikan, Allah tahu bahwa aku hanya ingin berusaha menjalankan perintah Rasul-Nya, Allah tahu bahwa ujian yang kurasakan sungguh tak ringan rasanya, Allah tahu bahwa aku bukanlah seperti prasangka-prasangka mereka, Allah tahu, bahkan lebih tahu dari diriku sendiri. Ya itulah yang selalu membuatku kuat, di saat orang-orang memandang sebelah mata terhadap apa yang aku lakukan. Dianggap sok alim. Dibilang terlalu fanatik. Bagiku kini itu bukan masalah lagi. Karena Allah Maha Mengetahui segala isi hati, dan aku yakin bahwa Allah akan selalu berikan jalan untuk hamba-Nya yang selalu berusaha memperbaiki diri.

Skenario Allah masih terus berjalan, ternyata untuk menguatkan keyakinan hamba-Nya, Dia mengulang-ulang ayat yang serupa di surat-surat lainnya. Dan lagi-lagi setiap membaca ayat ini, mataku basah, ada jiwa yang terasa kembali terpapah.

Tapi, tunggu dulu. Logika liar mulai bermain di benakku. Aku kembali menyelami maksud ayat ini. Jika Allah Mengetahui segala isi hati, tentu Dia juga tahu hati-hati yang tidak lagi suci. Tiba-tiba tenggorakanku tercekat, bayangan hati yang penuh dosa datang mendekat. Ada hati yang dipakai untuk mendengki dan iri. Ada hati yang masih ingin dipuji. Ada hati yang diisi cinta kepada yang bukan seharusnya. Ada hati yang terkadang beribadah dengan riya'. Ada hati yang suka merasa lebih baik dari yang lainnya. Ada hati yang berlumur dosa tak terhingga. Dan tentunya masih banyak lagi yang Allah ketahui tentang hati ini. Karena Dia Maha Tahu semuanya, baik yang tersembunyi ataupun yang nyata. Lalu, akupun malu. Malu pada diriku sendiri. Diri yang hatinya masih penuh noda. Noda yang mungkin tak terhitung lagi banyaknya. Ya Allah. Astaghfirullah.
Aku mohon ampunan-Mu. Karena tak ada lagi ampunan selain dari-Mu. Kini ku terpaku. Tak tahu lagi apa yang harus ku katakan. Ayat ini menguatkan, tapi terkadang juga membuatku sadar bahwa diri ini penuh kehinaan, dari dosa-dosa dalam hati yang berusaha kusembunyikan.Seharusnya aku tak boleh bersembunyi, karena yang harus kulakukan adalah beristighfar dan memperbaiki diri. Karena sungguh "Dia Allah Maha Mengetahui segala isi hati".

"Satu ayat, yang selalu membuatku kuat. Namun tak jarang ia juga membuat tenggorokanku tercekat".

#SebuahRenunganUntukDiriSendiri
-cici putri-
@ciciliaputri09

Selasa, 09 Juni 2015

Hutan Bambu

Pikiranku buntu,
Otakku beku,
Mungkin menurutmu ini lucu.
Saat aku harus mengakui bahwa aku rindu.
Rindu menemanimu
menghabiskan waktu di hutan bambu.

Tak jarang, aku hanya terdiam duduk di sampingmu
Menemanimu memainkan warna
Dengan imajinasi beradu emosi.


Kejadian sore itu membuatku malu,
Hingga akhirnya aku mengaku,
Bahwa aku rindu,

Tidak.
Aku tidak mau mengaku begitu saja,
Karena aku tahu kamu akan tersenyum bahagia,
Karena berhasil membuatku mengungkapkan rasa,

Lagi-lagi aku ingin bersembunyi,
dari rasa rindu yang selalu bergolak dalam hati,
Menutupinya dengan kata-kata mengelabui makna,
Walau kau tahu itu hanya alasanku saja,

Aku rindu,
Bukan padamu,
Tapi pada hutan bambu.

-cici putri-

Senin, 08 Juni 2015

Ketika Cinta Terasa Berbeda

Ada cinta yang tak lagi sama,
Ada rasa yang kini berbedaz
Ada rindu yang tak lagi memburu,
Karena jenuh datang membunuh.

Cintaku mungkin ada,
Tapi ia tak lagi merona.
Rinduku mungkin tersisa,
Tapi ia tak lagi ingin bersua.

Ada apakah gerangan duhai diri?
Kemana perginya cinta yang terpatri suci,
Menghiasi setiap kamar dalam hati.

Ada apakah gerangan engkau wahai diriku?
Kemana perginya rasa rindu yang dulu menggebu,
Untuk selalu berada dan bersemangat dalam majelis ilmu?

Ada apa kiranya denganmu wahai diriku?
Apakah cinta-Nya kini tak lagi di hatimu?
Atau justru Dia telah bosan dengan tingkahmu?

Duhai diri,
Apa kiranya yang hendak kau cari,
Tidakkah kau sadar bahwa maut bisa menjemput,
Dalam keadaanmu bersama dunia yang kian larut?

Duhai diri,
Sadarlah kini,
Segeralah kembali,
Pada jalan cinta Illahi Rabbi,

Dan kurasa, engkau belum terlambat,
Asalkan kau mau berjalan cepat,
Untuk menyambut bulan yang penuh Rahmat,
Yang hadirnya kini semakin dekat.

Hilangkanlah rasa malasmu,
Torehkan semangat di setiap langkahmu.
Taburkan senyuman dalam setiap kesulitan,
Agar ia berganti dengan kebahagiaan.

Sambut Ramadhan dengan caria.
Hadirkan rindu yang menggelora.

-cici putri-
@ciciliaputri09

Minggu, 07 Juni 2015

Clubista #1 Membantai EYD ala Ruru

Hai... Guys!
Udah pada tahu kan, kalau semalem di grup OWOP kita habis launching program baru? Namannya Clubista alias Club Nulis Kita-kita. Ajang kita belajar dari kita untuk kita. Nah, semalem adalah acara perdana dan kita ngebahas tentang EYD alias Ejaan Yang Dipusingkan. Opps. Ejaan Yang Disempurnakan, maksudnya. Hehe.

Nah, mumpung aku lagi baik banget nih, jadi aku arsipin deh materi semalam dalam tulisan berikut. Untuk chat dari narsum kita dan tanya jawabnya langsung aku copas aja dari grup. Semoga gak salah copas. Hihi. Jadi kalau ada yang mau ditanyakan silahkan langsung ke klinik TongRu. Haha *dikeplak Ruru.

Oke Guys. Langsung aja, ini dia materinya. Cekidot.

Ruru.
Ng, jadi begini Teman-teman.... Saya dapet mandat dari para admin untuk sharing-sharing tentang kepenulisan, terutama tentang EYD karena saya terkenal suka nge'bantai' tulisan orang. Hahaha.... Sebetulnya sih, saya nggak jago-jago amat. *lirik Mbak Thyza, Kiki, dll* tapi akan saya coba sharing sedikit pengetahuan saya *uhuk*

Karena ini acara perdana, bingung euy mau ngapain duluan. Jadi mungkin acara tanya-jawab *ketar-ketir bayangin kalo ada tanya-jawab* nanti aja dulu kali ya. Ru sempet blogwalking beberapa tadi siang buat liat tulisan temen-temen buat liat beberapa kesalahan yang sering dilakuin. Mungkin agak susah sih bahasnya kalo nggak 'bantai' satu per satu gitu, tapi ini beberapa yang Ru coba rangkum....

Oke. Ini beberapa kesalahan yang sering Ru liat:
1. Mengenai penulisan kalimat langsung.
Banyak yang masih sering salah dalam penulisan kalimat langsung. Beberapa contohnya:
a. “ Kaget sih kaget Saa, gak usah nyembur dong!” protesnya.
b. "Yahh... aku kalah deh." Kata Icha cemberut.
c. “Hai Kak, udah pulang?” Sapa adik Aina yang sedang menginjak masa remajanya.
d. “Iya, iyaaaa. Ini lagi pake sepatu” aku sangat tergesah-gesah kala itu.

Ini format penulisan kalimat langsung yang benar:
1. "Blablabla?" tanya A.
2. "Blablabla," jawab B.
3. "Blablabla!" seru C.
Jadi, kata 'tanya', 'jawab', 'seru', 'sapa', 'ujar', dan semacamnya itu huruf awalnya kecil (dan kalo kalimatnya pernyataan, tandanya bukan titik, tapi koma).
Setelah kalimat langsung, huruf jadi kapital kalo jadi kalimat baru. Misal:
1. "Blablabla?" A bertanya.
2. "Blablabla." B menjawab.
3. "Blablabla!" C berseru.
Perhatiin di sini sebelum kutip (si B) itu pakenya titik, bukan koma.

Izzy
iya tuh ru, apa setiap kalimat langsung harus diiringi dgn ktrangan brikutnya yah?

Ruru
Nggak harus pake keterangan "kata A" atau semacamnya. Bisa jadi langsung ke kalimat baru.
Jadi, saat kalimatnya baru, sebelum petik tutup itu tandanya titik (.).

Izzy
Bedanya apa yg pake titik sma koma?

Ruru
Yang pake koma itu keitung satu kalimat. Contoh: "Ayah sedang tidur," kata adik. <-- satu kalimat.
Yang pake titik itu dua kalimat. Contoh:
a. "Ayah sedang tidur." Adik memberitahuku.
b. "Ayah sedang tidur." Kakak memberi isyarat agar kami tidak ribut.

Izzy
Itu dipisah pake enter yah Ru kalo kalimat baru?
Kalo dua kalimat?

Ruru
Nggak harus enter. Kalo pelakunya masih sama dan masih berhubungan, biasanya satu paragraf. Tapi dibuat paragraf baru juga boleh kalo diperlukan.

Nah, kalo kita coba perbaiki contoh-contoh yang Ru ambil dari blog temen-temen tadi:
a. “ Kaget sih kaget Saa, gak usah nyembur dong!” protesnya.
👉🏻 "Kaget sih kaget, Saa. Nggak usah nyembur dong!" protesnya. (Setelah kutip awal nggak usah pake spasi. Plus ini kalimat lebih pas dijadiin dua kalimat sih)
b. "Yahh... aku kalah deh." Kata Icha cemberut.
👉🏻 "Yahh ... aku kalah deh," kata Icha cemberut. (Bukan pakai titik, tapi koma. Dan 'k' dari 'kata' hurufnya kecil.
c. “Hai Kak, udah pulang?” Sapa adik Aina yang sedang menginjak masa remajanya.
👉🏻 "Hai Kak, udah pulang?" sapa adik Aina yang sedang menginjak masa remajanya. ('S' di kata 'sapa' hurufnya kecil.
d. “Iya, iyaaaa. Ini lagi pake sepatu” aku sangat tergesah-gesah kala itu.
👉🏻 "Iya, iyaaaa. Ini lagi pake sepatu." Aku sangat tergesa-gesa kala itu. (Sebelum kutip akhir pake titik. Aku nya kapital. Dan 'tergesa-gesa' nggak pake 'h'. Hehe)

Nadia
Saya masih suka bingung sama penggunaan kata di(yg disambung atau di-pisah ka ruu.. Patokannya dari apa?

Nana
Dua percakapan dari dua orang. Boleh digabung dlm 1 paragraf ato gak

Ruru
"Menurutku sih ya," Tiara menoleh, "dia nggak ganteng-ganteng amat."
Zu mengernyit. "Tapi menurutku oke, kok."

Begitu?

Nana
Iya. Kan ada yg masih suka bikin 2 percakapan dari 2 orang dlm 1 paragraf

Ruru
Yang Ru liat dari novel-novel yang terbit (sekarang-sekarang ini) sih, percakapan antara dua orang biasanya dijadiin paragraf baru. Tapi seinget Ru novel lama ada yang bikin dalam satu paragraf.

Nana
Menurut sumber yg sayah lupa darimana, sih, gak bole gabung dlm 1 paragraf

Ruru
Lebih enak sih emang dipisah paragrafnya. Lebih jelas. Soalnya kalo masih dalam satu paragraf suka bikin bingung.

Oke. Yang kedua tentang huruf kapital.
Mau copy tentang kapan aja harus pake kapital, tapi banyak. Hahaha... Intinya:
1. Saat kalimat baru
2. Yang berhubungan sama agama (cth: Islam, Kristen, Injil, dll)
3. Gelar/jabatan yang diikuti nama (cth: Presiden Joko Widodo). Kalo ga diikuti nama, nggak usah pake kapital (cth: Ia bertemu dengan presiden.)
4. Nama bangsa/bahasa/suku. (cth: bahasa Indonesia)
5. Untuk menyapa (cth: Hei, Mbak!)
dll. Banyak banget, silakan dibuka buku EYD nya 😂😂

Nah, ternyata masih banyak temen-temen yang sering melupakan penggunaan huruf kapital. Ini beberapa yang Ru temuin saat blogwalking:
a. “ Sayang, kamu lagi apa ? udah mandi belum?” sang lelaki mengirimkan gombalan.
b. “Tidak semua orang Islam itu dipilih untuk menjadi generasi yang tafaqquh fid diin ron, tetapi sebagian juga bisa berjuang demi Islam dengan harta dan jiwa ron.
c. “Permisi, mbak?” Seeorang mencolek pelan pundakku.

Tiara
Kalo kalimatnya gini 'Dia melakukan itu ketika masih nongkrong di bangku sekolah dasar' nah kata sekolah dasarnya kapital atau ngga mba Ru? 😚

Ruru
Nggak, Tiara. Kalau disingkat baru pake kapital 😊

Tiara
Baiklah mba 😚 terus mba, Tiara bingun tentang kata sapaan. Kadangan ada yang 'Om' terus ada juga ya 'om', itu gimana ya mba Ru? 😚

Ruru
Iya, Tiara. Untuk kata 'mbak', 'kakak', 'ibu', dll emang perlu perhatian ekstra.
1. Kata-kata itu awalannya kapital kalo di belakangnya ada nama orang. Cth: Mbak Kiki sedang pergi.
2. Kata-kata itu awalannya kapital kalo dipake buat nyapa. Cth: Mau ke mana, Om?
3. Kata-kata itu nggak pake kapital kalo bukan untuk manggil dan nggak ada namanya. Cth: Ke mana kakakmu?

Zu
Ru, misal : jurusan bahasa jepang itu kapital semua? Bahasa Jepangnya aja? Atau Jepangnya aja?

Ruru
Yang Ru liat di contoh-contoh penulisan gitu nama jurusannya aja yang pake kapital, Zu. Cth: jurusan Bahasa Jepang, jurusan Teknik Sipil, jurusan Hukum.

Kiki
"Tuan Asisten Residen, bukankah Anda tahu bahwa saya justru menjadi korban..."
Nambahin dikit contoh yg bener ya, Ru. Cz aku kdg juga sering salah 😂. Biar jd #ntms hehe

Ruru
Iya. Karena anda menunjuk pada panggilan ya?
Iya, tapi inget ya, 'kamu' juga panggilan tapi nggak pake kapital. 😁

Oh iya, belum ngebenerin yang tadi diambil dari blog
 a. “ Sayang, kamu lagi apa ? udah mandi belum?” sang lelaki mengirimkan gombalan.
👉🏻 "Sayang, kamu lagi apa? Udah mandi belum?" Sang lelaki mengirimkan gombalan.
👆🏻 Ini penggunaan spasinya masih salah juga sih. Terus awal kalimat nggak ada kapitalnya semua.
b. Tidak semua orang Islam itu dipilih untuk menjadi generasi yang tafaqquh fid diin ron, tetapi sebagian juga bisa berjuang demi Islam dengan harta dan jiwa ron.
👉🏻 Tidak semua orang Islam itu dipilih untuk menjadi generasi yang tafaqquh fid diin, Ron, tetapi sebagian juga bisa berjuang demi Islam dengan harta dan jiwa, Ron.
👆🏻 'Ron' harusnya diawali kapital karena nama orang.
c. “Permisi, mbak?” Seeorang mencolek pelan pundakku.
👉🏻 “Permisi, Mbak?” Seseorang mencolek pelan pundakku.
👆🏻 'Mbak' pake kapital karena manggil.

Selanjutnya yang ditanya Nadia nih. Tentang penggunaan 'di-'
Tentang penggunaan awalan 'di-' menurut Ru gampang banget lho bedainnya. Sama aja kayak 'ke-'

Ru heran juga kenapa banyak banget yang sering salah tentang ini
Rumus gampangnya:
1. Kalau menunjukkan tempat, penulisan 'di'-nya dipisah. Cth: di halaman, di taman, di kantor.
Pokoknya kalau TEMPAT pasti dipisah.
2. Kalau menunjukkan kata kerja, 'di'-nya disambung. Cth: disambung, dipisah, dicubit, dibantai.

Tiara
Mba Ru tanya lagi, 'diatas' atau 'di atas', 'ke atas' atau 'keatas' mba? 😚

Ruru
atas kata kerja atau keterangan tempat, Tiara?

Tiara
Misalnya mba 'seperti halnya yang aku tuliskan di atas' gitu mba?

Ruru
iya, kalau 'di atas' pasti dipisah, karena menunjukkan keterangan tempat

Tiara
Kalau 'ke atas' juga dipisah Mba Ru? 😚

Ruru
Tapi untuk imbuhan 'ke' emang agak rancu ya. Kata 'ke atas' sih biasanya ditulis dipisah aja, tapi kata 'keluar' banyak ditulis nyambung. Soalnya 'keluar' udah jadi kata kerja sendiri.
Kalau yang ini, baiknya liat kita mau nekenin apanya aja. Apakah 'ke luar' sebagai keterangan tempat (tujuan) atau sebagai kata kerja.

Kiki
Mengatasnamakan -> bener kagak, Ru?

Ruru
Iyap.

Satu hal yang aneh, akhir-akhir ini banyak orang yang pakai kata 'dimana'. Padahal sebetulnya kata itu nggak ada di bahasa Indonesia.

Nana
Dimana, yang mana,
Hari ini hari dimana bendera ditegakkan
👆 untuk cth macam ini, ya?

Ruru
Iya. Kalimat kayak contoh dari Nana tadi kan bisa aja diubah. "Hari ini adalah hari (saat) bendera ditegakkan."

Zu
Nah, tapi itu sering banget eke liat di buku, Ru.
Banyak, sampe dianggepnya bahasa yg bener.
Yg bener emng gak ada pemakaian yg kaya gtu?

Ruru
Nggak ada, Zu. Aslinya di bahasa Indonesia nggak ada kata 'dimana'. Itu kebawa dari penerjemahan bahasa Inggris kayaknya.




Nah.. itu dia tadi Guys. Materi tentang EYD dari Ruru. Gimana, udah pusing? Hehe.
Oh ya, selain itu ada kabar gembira juga loh...

Apa, Ci? Kulit sapi ada ekstaknya? Eh.

Haha... Bukan. Ini dia kabar gembiranya. Langsung aja aku copas chat dari Ruru ya.

Ruru
Okee... Jadi, berhubung saya sudah memberi sedikit materi tentang tanda baca & EYD, saya pengen ngasih tantangan buat temen-temen. Saya mau minta temen-temen jadi editor 😊

Tulisan yang diedit bukan tulisan saya, tapi tulisan salah satu penulis yang udah cukup banyak menerbitkan buku. Saya copy tulisannya ke sini, temen-temen tolong 'perbaiki' yaa....

Ini tulisannya:
Dulu aku pernah berjanji pada seseorang ketika pertama kali kami saling mengenal. Kalau kelak pasti aku akan membawanya terbang mengelilingi angkasa dengan sebuat pesawat dimana aku akan menjadi pilotnya dan ia akan duduk disampingku dengan senyumnya yang indah. Itu hal terakhir yang aku ingat, ketika Angel bertanya padaku mengapa aku sering sekali membuat pesawat lipat yang terbuat dari kertas saat kami sama-sama bersama di masa sma dulu dan pesawat kertas itu adalah hadiah perkenalan pertama kami ketika kami berkenalan.

Angel baru saja pindah dari luar kota di sekolah kami. ia duduk disampingku dan sebagai teman pertama di sekolah barunya aku menghadiahkan pesawat kertas itu. ia menerimanya dengan suka cita. Semenjak saat itu kami menjadi teman dekat dan setiap aku bertemu, aku selalu menghadiahkan pesawat kertas kepadanya.

“ Gilang, kamu ngapain sih suka banget bikin pesawat kertas kayak gitu, kayak gak ada kerjaan lain aja. Besok kan kita ujian kelulusan sekolah..”

“ Ya..karena aku pengen banget punya pesawat terbang, siapa tau.. suatu saat nanti aku bisa bawa kamu dengan pesawat.. terus aku jadi pilotnya.”

“loh.. kamu kan pengen tes masuk tentara.. memangnya impian kamu jadi pilot masih bisa..?”

“ masih dong.. aku mau jadi tentara angkatan udara.. doakan ya..”

“iya pasti tapi jangan lupa ya.. kalau nanti sudah jadi pilot pesawat, janji kamu untuk bawa aku terbang.. gak  kamu lupakan..’

Itu hal yang membuatku selalu teringat saat-saat dimana aku berjanji pada Angel. Aku menyimpan rasa cinta yang amat dalam padanya karena sejak lamanya kami selalu dekat sebagai sahabat tapi aku malu untuk mengatakan kalau aku cinta padanya. Beberapa bulan kemudian aku bertekad padanya sehabis ujian kelulusan nasional aku akan menyatakan cintaku. Aku tidak ingin menganggu Angel yang sedang menghadapi ujian nasional sama sepertinya diriku.

Ketika waktu ujian kami lalui dengan penuh perjuangan dimana Angel yang lebih cerdas daripadaku selalu membantuku belajar bersama. Sebagai hadiah atas kebaikan yang ia berikan aku selalu memberikan sepotong kertas yang kulipat berbentuk pesawat kecil dan ia menerimanya dengan suka cita. Sampai ia berbisik padaku

“ kamu tau gak? Pesawat kertas ini, sudah aku kukumpulin dan aku masukin ke kotak toples dan sebentar lagi bakal penuh loh… “

“oh ya, aku pikir kamu buang..”

“enggak dong, itu  akan aku simpan dan aku hitung, sebab setiap pesawat kertas yang kamu buat, adalah saat dimana kita lagi bersama..”

“semoga sampai selamanya ya.. siapa tau kalau aku bikin setiap hari satu. Bisa bikin gudang serumah jadi penuh pesawat kertas..”

Angel tersenyum dan aku memandanginya.. tiba-tiba terlintas ingin menyatakan cintaku padanya.

“angel..”

“iya gilang..”

“kalau aku suka sama kamu.. kamu percaya gak?”

Tiba-tiba angel terdiam.. dari wajahnya aku tau sepertinya ia tidak begitu suka kata-kata itu.

“maaf deh.. kalau aku berlebihan.. aku hanya.. bercanda..”

“gilang.. aku pulang dulu ya.. ayah aku mau bikin acara keluarga.. maaf”

Tiba-tiba angel berlari dariku.. dan aku jadi bingung. Sejak saat itu aku tidak pernah bisa menghubunginnya.  Setiap aku pergi ke rumahnya, ia tidak pernah bisa kutemui. Hatiku sedih. Tapi aku tau, mungkin ia melakukan ini karena ingin menolak cintaku. Karena sekolah sedang libur aku tidak bisa menemuinya di sekolah. Jadi kami hilang kontak. Terlalu bodoh dan naïf bagiku meminta cinta dari seorang yang cantik dan primadona di sekolah. Ia mungkin hanya berpikir aku sahabat. Dan aku pun berusaha tegar dan mulai kehilangan saat-saat bersamanya.
Tulisan di atas adalah potongan cerpen milik Agnes Davonar. Tadinya sih Ru mau ngasih satu cerpen full, tapi kasian kepanjangan nanti #plak

Hasilnya dikirim via email aja. Di badan email aja juga gapapa.
Kalo ada yang mau dikirimin potongan tulisannya via email juga boleh. Hasil dikirim ke email saya: yusa.haruna@gmail.com (kalo ada yang mau minta kirimin yang original punya Agnes juga boleh email dulu ke saya minta kirimin biar langsung diedit)
Nanti dipilih yang paling cepet & paling rapi editannya 😛



Nah. Itu dia Guys. Kita dapat tantangan dari Ruru baut edit penggalan cerita di atas, dan bakalan dipilih 3 orang yang beruntung. Yang editannya bagus dan cepet dapat hadiah dari Ruru. Horrreeee.... *Mudah-mudahan aku salah satunya. #Ngarep.com
Oh ya, ternyata gak sampai di situ aja. Materi semalem sampe kebawa mimpi sama Ruru, jadi ada tambahan sedikit materi lagi hari minggu pagi. Cekidot again.

Ruru
Sebetulnya ada yang kelewat Ru omongin.
Ttg kalimat langsung, yang jadi 2 kalimat itu nggak harus depannya nama org lho. Cth:
A. 👉"Dia nggak sekolah?" tanya Cici.
👉"Dia nggak sekolah?" Cici bertanya
👉"Dia nggak sekolah?" Bertanya, Cici mengedarkan pandangannya ke seantero kelas.

B. 👉"Besok aku nggak bisa nih," keluh Nifa.
👉"Besok aku nggak bisa nih." Nifa mengeluh.
👉"Besok aku nggak bisa nih." Mengeluh, bahu Nifa merosot lesu.

C. 👉"Jangan lupa ya!" seru Farida sambil melambaikan tangan.
👉"Jangan lupa ya!" Farida berseru sambil melambaikan tangan.
👉"Jangan lupa ya!" Berseru, Farida melambaikan tangannya.
Sama yang kalimat langsung tapi narasinya di depan, itu selalu pake koma:

A. Cici bertanya, "Dia nggak masuk?"
B. Nifa mengeluh, "Besok aku nggak bisa nih."
C. Farida berseru, "Jangan lupa ya!"
Sekian pelajaran tambahannya. Hehehe…

Terus 'pembelaan' sedikit (plus saran?) dari Ru, kalo masalah bahasa baku-nggak baku, saat nulis blog (curhatan) sih nggak masalah. Tapi kalo nulis cerita atau semacamnya, pastiin diperhatiin yaaa....
Dan untuk 3 hal yang Ru bahas semalem, kapanpun tolong dipake. Biar terbiasa tulisannya rapi. 😁


Oke Guys. Dengan berakhirnya materi tambahan dari Ruru tadi, maka berakhir pulalah resume untuk Clubista perdana kali ini. Semoga bermanfaat ya...
Mohon maaf apabila ada kesalahan. Hihi.

Salam Manis (Mangaads Nulis)
@ciciliaputri09

Jumat, 05 Juni 2015

Kangen

Kangen
Satu kata yang terkesan manja
Satu kata yang sejati jua mengandung cinta

Kangen
Kata yang sering dipersamakan dengan rindu
Tapi sejatinya ada yang berbeda dari dua kata itu

Kangen
Haruskah kamu kusamakan dengan rindu?
Saat rindu tekadang bersembunyi malu-malu? Apakah kamu juga begitu?

Kangen
Kata rindu yang terselip manja
Yang terkadang membuat cemburu putri raja

Kangen
Satu resiko yang kan kau alami
Jika berkenalan dan beteman dengan cici

*dilarangprotes

#NulisRandom2015

Kamis, 04 Juni 2015

Sepeda Bayu

Sore itu Deni sedang membereskan tumpukan buku dan file-file kuliahnya yang sudah hampir sebulan dibiarkannya bertumpuk-tumpuk tak beraturan di meja dan di sudut-sudut lantai kamarnya. Belakangan ini, Deni sibuk menyiapkan beberapa agenda besar di kampusnya. Di tengah keseriusannya membenahi tumpukan buku dan file-file miliknya, ada sesuatu yang tiba-tiba menyeret perhatiannya. Sebuah foto yang selalu disimpan dalam buku agendanya, tak sengaja terjatuh, hingga membuat pikirannya kini melayang pada kenangan beberapa tahun yang lalu. Kenangan bersama sahabat masa kecilnya. Bayu.

“Kamu masih nyimpen foto itu, Den?” Tanya Ari, teman sekamar Deni yang sedari tadi ikut membantu Bayu membersihkan kamar mereka. Ari tahu betul, bagaimana kedekatan Bayu dan Deni dulu. Sewaktu mereka masih sama-sama duduk di bangku Sekolah Dasar. Deni, Ari dan Bayu, mereka bertiga sudah kenal sejak masih kecil, karena mereka tinggal dan besar di komplek perumahan yang sama.

“Eh... Iya.” Deni tersadar dari lamunannya. Wajahnya terlihat sendu.

“Hmm... Kalau liat foto ini, pasti kamu jadi inget sama Bayu lagi kan? Aku ngerti perasaan kamu, Den. Wajar sih, kalau tiap liat foto ini kamu selalu teringat sama Bayu, karena kalian kan emang deket banget. Sampe-sampe Pak Rahmat, guru ngaji kita dulu kalau ngabsen nama kalian langsung dijadiin satu. Bayu Deni. Bukan dipanggil satu-satu, tapi sekaligus. Karena kalian pasti duduknya selalu bareng. Hehe”

“Ah. Kamu Ri, masa yang diinget bagian itu sih. Haha.” Deni ikut tertawa. Namun, sejurus kemudian tawanya menghilang, ia kembali menatap sendu pada dua anak yang sedang bersepeda dalam foto yang ada di tangannya. Itu adalah satu-satunya foto kenangan yang ia miliki bersama sahabatnya Bayu. Foto di saat Deni baru bisa bersepeda, sedangkan Bayu sudah lama bisa mengendarai sepeda yang bahkan sebenarnya bukan sepeda yang pantas untuk anak seusia mereka saat itu, karena sepeda yang dipakai Bayu adalah sepeda kakaknya yang berukuran lebih besar dari sepeda teman-temannya yang lain.

Ilustrasi :  Santoso Permadi

“Bayu itu curang, Ri.” Kata Deni memecah keheningan.

“Curang? Curang kenapa?” Ari heran.

“Iya. Dia curang. Dia pergi duluan ninggalin kita. Dan dia pergi di saat kami tengah asik menyelami ilmu agama bareng. Waktu itu kamu masih ingat kan? Kita masih sama-sama kelas lima SD. Tapi dia, udah mikir jauh ke depan, melampui pemikiran anak-anak seusia kita waktu itu. Dan kamu tahu apa yang dia katakan waktu aku hampir putus asa untuk belajar naik sepeda?” Ari menggeleng.

“Waktu itu, Bayu mengatakan “Kita boleh saja menganggap diri kita lemah, tapi bila kita menyerah, bagaimana mungkin kita memperoleh jannah.”

“Hah? Bayu bilang gitu? Seorang anak kelas lima SD, bicara layaknya seorang aktivis kampus? Gimana bisa? Trus apa hubungannya sama naik sepeda?” Ari kaget, nyaris tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan Deni. Atau Deni sedang mengingau? Pikirnya.

“Haha...” Deni malah tertawa. Ari bengong.“Tepat sekali. Apa yang kamu pikirkan sama seperti apa yang ada dipikiranku waktu itu. Tapi itulah Bayu, kata-katanya memang terkadang aneh, melampaui batas anak seusia kita. Mungkin itu karena dia dibesarkan di keluarga yang taat beragama.”

Ari mengangguk-angguk membenarkan. “Lalu, maksud kata-kata Bayu tadi apa? Aku jadi penasaran apa hubungan naik sepeda sama surga.” Desak Ari.

“Jika bisa bersepeda itu tujuan kita dan kita benar-benar menginginkannya, maka kita gak boleh menyerah, walaupun rasanya sungguh payah, dan harus menahan sakit dan luka karena jatuh berkali-kali. Tapi, itulah pengorbanan. Kita akan tahu manisnya pengorbanan kalau kita udah berhasil nanti. Karena berhasil tanpa pengorbanan itu gak asik. Sama kayak belajar naik sepeda, jatuh itu biasa. Yang gak biasa itu kalau kita nyerah karena jatuh. Ingat aja, yang penting kita harus bisa naik sepeda, fokus sama sepeda, bukan jatuhnya.”

“Hmm.. ya ya ya. Sekarang aku ngerti. Begitu juga dengan kita saat ini. Jika kita ingin memperoleh surga, maka kita tidak boleh menyerah karena lemah. Fokus pada surga, maka kelemahan akan terkalahkan. Gitu kan?” Kata Ari seraya memandang ke arah Deni.

“Ya. Kamu bener.” Deni tersenyum. Kemudian kembali menatap foto yang ada di tangannya. “Bay, terima kasih atas apa yang dulu telah kau katakan padaku, karena kata-katamu itulah aku mampu bertahan hingga saat ini. Aku akan selalu berjuang, Bay. Agar kita bisa bersama di surga. Tunggu aku di surgamu.” Deni menerawang. Peristiwa na’as sepulang mengaji itu, telah merenggut nyawa sahabat kecilnya. Bayu tewas tertabrak mobil yang dikendarai oleh seorang pemuda yang sedang mabuk-mabukan. Bayu menghembuskan nafas terakhir saat hendak dibawa ke rumah sakit, ia sempat mengucapkan dua kalimat syahadat sebelum akhirnya pergi dengan wajah tersenyum, untuk selamanya.

Rabu, 03 Juni 2015

Ramadhan (tak) dirindu


 

Ramadhan...
Apa yang harus ku katakan tentangmu.
Jika semua rindu adalah milikmu.

Ramadhan...
Apa yang harus ku ungkapkan
Jika semua orang telah menunggumu tak sabaran

Ramadhan...
Apa yang harus ku lukiskan
Jika hadirmu, itulah semua keindahan.

Ramadhan...
Kini hadirmu tercium sudah
Aroma berjuta kebaikan datang merekah.

Ramadhan...
Banyak manusia kini mengadakan seremoni menyambut kehadiranmu.
Karena kata mereka, engkaulah bulan yang selalu ditunggu.
Karena hadirmu, semua kebaikan dan pahala terbuka lebar seolah tanpa pintu.

Ramadhan...
Kembali ku lihat di sekelilingku.
Benarkah acara itu untukmu?
Atau hanya sekedar seremoni tanpa mutu?

Ramadhan...
Sekali lagi, ingin ku katakan rindu padamu.
Tapi tunggu dulu.
Aku ingin menelisik dalam ke lubuk hatiku.
Benarkah di sana tersimpan rindu?
Atau sebenarnya ini hanya topeng rindu?
Agar aku dikatakan sebagai orang alim nan berilmu?

Oh... Ramadhan.
Dalam kecintaan yang tak sempurna.
Dalam hidup yang penuh noda dan nista.
Yang kutahu hanya ingin segera bersua.
Agar lubang dosa tak makin menganga.

-cici putri-

Selasa, 02 Juni 2015

Kilat, petir dan hujan


Kilat, petir dan hujan.
Tiga saudara yang hadir bersama.
Walau tak jarang kadang mereka hanya berdua saja. Petir dan kilat tanpa disertai hujan. Atau terkadang hujan dan kilat, tanpa petir. Bahkan terkadang hanya hujan dan petir yang terlihat gagah menunjukkan kekuatannya di bumi, sedangkan kilat terlihat malu-malu bsrsembunyi.

Kilat, petir dan hujan
Kau tak perlu takut pada mereka.
Karena sejatinya mereka juga ciptaan Tuhan, sama seperti dirimu.
Dan, tahukah kamu? Sesungguhnya Kilat, petir dan hujan itu sedang bertasbih. Memuji Rabb penciptanya.
Lalu bagaimana denganmu?
Sudahkah hari ini kau memuji-Nya?
Dia yang telah memberimu oksigen untuk bernafas hari ini.
Dia yang telah memberimu kesempatan lagi, untuk bertaubat hari ini.
Lagi, lagi dan lagi... Sudahkah kau bersyukur hari ini?

Kilat, petir dan hujan.
Izinkan aku berbicara tentangmu.
Sebuah inspirasi dari satu per satu huruf yang membentuk rupamu. Dari satu per satu huruf yang membuatmu padu.

KILAT

K-Ketika
I-Inginmu begitu banyak
L-Lalu kau sadar
A-Amal ibadahmu
T-Tak seberapa

PETIR

P-Pernah ku merenung
E-Entah itu tentang surga atau neraka
T-Tempat kembali yang pasti
I-Istirahat yang abadi
R-Rupanya sering kudamba surga, tapi yang kedekati justru neraka

HUJAN

H-Hari yang beribu-ribu, terlalui sudah
U-Usiaku di dunia, berkurang perlahan
J-Jika kembali kurenungkan
A-Apakah usia ini t'lah beroleh berkah? ataukah...
N-Noda dan dosa yang hanya kian bertambah?

Astaghfirullah...
Ampuni aku ya Allah.

-Cici Putri-

#NarasiOWOP
#NulisRandom2015

ciciliaputri09.blogspot.com

Senin, 01 Juni 2015

(Hilang)nya Putri Malu

Mentari pagi tersenyum indah.
Lazuardi biru terlihat begitu gagah. Membentang. Memayungi bumi.
Dua orang anak perempuan usia pra sekolah berlarian, berpacu menuju jembatan kecil di komplek perumahan tempat mereka tinggal.
Ada sesuatu yang ingin mereka tuju. Ada sesuatu yang ingin mereka perebutkan untuk dimenangkan, di bawah jembatan. Jembatan kecil yang hanya berukuran tidak lebih dari 5 meter, karena sejatinya jembatan ini hanyalah penghubung antar bibir parit di lingkungan perumahan.

"Horrrreee.... aku sampai duluan. Yeeee.... aku yang bakalan dapat banyak. Yang ini, yang ini, yang ini." Dila berteriak girang, karena kali ini dia berhasil mengalahkan Icha. Tangan mungilnya berhasil menyentuh si putri malu lebih banyak. Ya, itulah kegemaran mereka setiap pagi. Berburu putri malu. Menyentuhnya dan membuat skor terbanyak untuk membuat si putri malu mengatup malu.

"Yahh... aku kalah deh." Kata Icha cemberut.
"Eh. Tapi ini masih ada kok. Ye... aku nemuin yang baru, di sini juga banyak. Satu, dua, tiga, empat, lima,  ..." Icha menghitung setiap kali tangannya menyentuh daun si putri malu. Dia baru saja menemukan tempat persembunyian si putri malu yang baru, di bawah jembatan agak menjorok ke dalam.

"Wah... banyak ya di sana? Aku mau dong, Cha?" Dila menyusul Icha ke bawah jembatan.
Ilustrasi : Santoso Permadi

"Iya. Ayo sini. Banyak di sini." Icha bersemangat.

Dua gadis kecil itu terlihat begitu ceria. Mereka sungguh menikmati permainan sederhana mereka setiap pagi. Berburu putri malu.

***
"Eh, Cha... Kita main ke jembatan yuk." Ajak Dila.

"Hmm... boleh juga. Udah lama ya kita gak ke sana".
Dua gadis kecil yang dulu setiap pagi berlarian menuju jembatan, kini sudah beranjak dewasa. Mereka rindu akan kenangan masa kecilnya.

"Wah... ternyata jembatan ini gak banyak berubah ya, Cha." Komentar Dila ketika mereka berdua tiba di jembatan.

"Iya, masih sama seperti dulu. Warna semennya, paritnya, beberapa coretan yang pernah kita buat juga masih ada."

"Iya, Cha. Semua masih sama, kecuali satu. Putri malu kita. Di bawah dan sekitaran jembatan ini udah gak ada lagi putri malu kayak dulu." Kata Dila pelan, wajahnya mulai terlihat sedih. Angin berhembus semilir, membuat kerudung biru yang dikenakannya melambai-lambai.

"Iya, Dil. Kamu bener. Putri malu kita udah gak ada. Apa karena sekarang komplek kita makin ramai? Sehingga dia tak lagi mau tumbuh? Atau kini mungkin dia hanya ada di suatu tempat?" Icha mencoba menerka-nerka. Berpikir. Memelintir, memainkan ujung jilbabnya.

"Hm... mungkin putri malu itu sama seperti kita, Cha." Jawab Dila.

"Sama seperti kita? Maksud kamu?" Icha heran.

"Iya. Keberadaan putri malu sekarang semakin langka. Mungkin karena pembangunan sudah semakin pesat di mana-mana. Sehingga tidak ada lagi tempat untuk mereka hidup bebas dan bersembunyi seperti dulu. Karena dia putri malu, maka tumbuhnya pun malu-malu. Dia malu jika tumbuh dikeramaian, dia malu bila tersentuh. Jika sekarang kita melihat putri malu semakin langka, begitu pulalah putri-putri yang ada di dunia nyata. Rasa malunya seolah telah hilang entah kemana. Tidak malu jika aurat diumbar ke mana-mana. Tidak malu jika berduan dengan yang bukan mahramnya. Tidak malu tertawa dan berbicara yang menggoda lawan jenisnya. Dan banyak lagi tidak malu tidak malu lainnya." Dila menerawang, menatap lepas ke lazuardi pagi.

"Hmmm.... Huft" Icha menghela nafas. "Ya.Kamu bener, Dil." Ichapun ikut melemparkan pandangannya pada lazuardi pagi. Dalam pikiran mereka hadir tanda tanya yang sama.

'Wahai Putri, kemana pergi rasa malu kini?'


-Cici Putri-
@ciciliaputri09