Selasa, 05 Mei 2015

Jejegnya Dodon

"Sayang... Nasinya dimakan dong, masa dari tadi cuma diliatin aja?" Mimin mengusap lembut kepala Dodon. Anak bungsunya ini terlihat begitu murung, sehingga hilang selera makan.

"Gimana Dodon mau makan, Ma? Kalau Si Jejeg udah gak ada." Dodon menerawang jauh ke luar jendela di samping meja makan, sepiring nasi lengkap dengan opor ayam plus kerupuk diacuhkannya.

"Sayang, kamu masih sedih ya, karena sekarang Jejeg udah gak ada?" Dodon menggangguk pelan, mengiyakan.

"Ma, kenapa sih Mang Deden tega bunuh Jejeg? Padahal kan Mang Deden tahu, Jejeg itu ayam kesayangan Dodon." Kata siswa kelas empat SD itu, seolah masih belum bisa menerima akan kejadian yang menimpa ayam jago kesayangannya beberapa hari yang lalu.

"Dodon sayang, Mang Deden kan gak sengaja bunuh Jejeg. Dan juga bukan salah Mang Deden kok, Mang Deden cuma berusaha memanfaatkan situasi yang ada saja, agar Jejeg tidak mati sia-sia". Kata Mimin berusaha memberi pengertian.

"Tapi Ma, seharusnya kan...."

"Seharusnya kan, apa sayang? Seharusnya Mang Deden bawa Jejeg ke dokter hewan? Kamu kan tahu, kalau di kampung kita gak ada dokter hewan sayang. Jangankan dokter hewan, dokter umumpun gak ada. Yang ada cuma mpok Tati, bidan desa".

Dodon masih tertunduk, ia tatap piring berisi nasi di hadapannya. Tatapannya kosong, menerawang. Sesekali ia masih melempar pandangan ke luar jendela. Menatap halaman belakang rumah. Terlihat kandang Jejeg yang sudah mulai bocor atapnya. Secara logika ia bisa menerima kematian ayam jago kesayangannya, tapi di dalam hati masih ada perasaan tidak rela. Mungkin ini karena Dodon tidak sempat melihat Jejeg untuk terakhir kalinya, karena Jejeg sudah harus disembelih sebelum ia menghembuskan nafas terakhir karena kelelahan berjuang melawan dinginnya air sumur. Siang itu, peristiwa naas itu terjadi. Jejeg yang biasa sering bertengger di atap pohon mangga, terpeleset dan jatuh ke dalam sumur. Tidak ada yang tahu, hingga Jejeg sudah terlihat begitu lemah di dalam sumur. Mang Deden yang menemukan Jejeg ketika hendak mengambil air, terpaksa mengambil keputusan untuk menyembelih Jejeg sebelum dia mati sia-sia.

"Ma..." Dodon berkata pelan, tatapannya kini mulai penuh harap.

"Ya sayang". Kata Mimin sambil tersenyum ke arah Dodon.

"Jejeg sekarang kan udah gak ada, itu berarti udah gak ada lagi yang bakalan teriakin Dodon buat bangun pagi dan sholat subuh. Mama mau kan, bersabar dan setia bangunin Dodon untuk sholat subuh?" Kata Dodon polos.

"Sayang... ada atau tidaknya Jejeg, mama akan selalu setia dan sabar bangunin kamu kok. Karena mama tahu, kamu punya semangat yang tinggi untuk selalu sholat di awal waktu. Mama bangga sama kamu sayang." Kata Mimin seraya memeluk Dodon penuh kasih sayang. "Oh ya, mama punya sesuatu buat kamu".

"Sesuatu? Apa itu, Ma?" Dodon penasaran. Mimin mengambil gulungan kertas dari dalam lemari.

"Ini. Kamu liat deh" Mimin menyodorkan gulungan kertas berukuran 1x1 m itu kepada Dodon.



"Hah?? Poster ayam jago?? Mama dapat darimana??" Tanya Dodon dengan mata bebinar.

"Ada deh... pokoknya itu spesial buat kamu. Biar kamu gak sedih lagi, kalau inget Jejeg".

"Makasi ya, Ma. Dodon suka, ayamnya lucu. Ada toa nya lagi... hehe".

-Cici Putri-
@ciciliaputri09
#MalamNarasiOWOP
04.05.15


2 komentar:

  1. Minta Jejegnya ya, Don. Bagian dada atau paha atas saja ngga papa kok...

    BalasHapus