Rabu, 20 April 2016

Ketika Yetno Jatuh Tresno

Yetno menghempaskan badannya ke atas kasur kamar kosan. Jadwal kuliah dan beberapa agendanya hari ini cukup menguras tenaga dan pikiran. Terlebih lagi, Pak Jaka, dosen mata kuliah Hukum Pernikahan, memberikan tugas kelompok yang membuat seisi kelas kompak berekspresi "Yaaaah..." dengan muka lemas. Ya, karena tugas kelompok yang diberikan memang sulit dan payah, terlebih bagi Yetno. Bukan, bukan karena Yetno mahasiswa yang kurang cerdas dalam memahami materi, tapi yang membuat kondisi sulit bagi Yetno, karena ia harus sekelompok dengan Anggi, perempuan yang tak jarang membuat jantungnya berdebar tak karuan. Ya, Yetno menyukai Anggi, teman sekelasnya sejak awal pertemuan mereka di semester 3. Anggi adalah mahasiswi pindahan dari Universitas lain.

"Assalamu'alaikum. Maaf, ruang akademik sebelah mana, ya?" tanya seorang gadis berparas ayu dengan balutan gamis dan jilbab unggu.


"Eh." Laki-laki yang ditanya terkesiap, mengalihkan pandangannya dari buku yang tengah dibaca, menoleh ke arah suara. "Wa'alaykumussalam." Beberapa detik tatapan mereka bertemu, lalu keduanya segera menarik pandangan, berusaha untuk tak salah tingkah. "Hmm... ruang akademik, ya? Itu lurus saja masuk gedung yang di depan, pintu nomor dua sebelah kanan. Nah, itu ruang akademik," lelaki itu menjelaskan.

Itulah awal perjumpaan Yetno dan Anggi, perjumpaan yang tak disangka akan menjadi perjumpaan yang berlanjut setiap harinya, karena Anggi melanjutkan studinya di kelas yang sama dengan Yetno.

Yetno menatap langit-langit kamar kosan. Pikirannya menerawang, entah kemana. Semakin hari, hatinya semakin resah. Kini ia semester tujuh, itu berarti sudah lebih kurang dua tahun ia memendam rasa yang tak seharusnya pada Anggi. Ia sadar, ini salah. Karena seharusnya rasa ini tidak boleh ada sebelum ia menjabat tangan ayah Anggi di depan penghulu dan para saksi. Tapi, apalah dayanya, ia juga hanya laki-laki biasa yang juga punya rasa cinta pada wanita. Kini, yang bisa ia lakukan hanya menjaga diri, agar tidak bertindak dan melakukan hal-hal yang dilarang agama. Sempat terlintas beberapa kali di pikirannya untuk melamar Anggi. Namun, tiap kali pikiran itu muncul, tiap kali pula ia urung untuk melakukannya. Yetno terlalu pemalu dan tak percaya diri untuk melamar Anggi. Lagi pula, sepertinya ia harus lebih memantapkan pesiapan diri, baik dari segi materi maupun mental untuk menjadi seorang suami bagi Anggi.

Tok...tok..tok... Suara pintu diketuk. Terdengar seseorang mengucapkan salam, pintu kamar perlahan terbuka. Riky, teman sekamar sekaligus adik tingkat Yetno baru pulang dari kampus. Sebagaimana Yetno, wajahnya juga tampak kelelehan setelah beraktivitas seharian.

Riky melepas ranselnya, melemparkannya sembarang ke sudut kamar, lalu menghempaskan badannya di atas kasur di samping Yetno.

"Hufh... capek banget hari ini, Bang." Riky meletakkan tangannya di bawah kepala, sebagai ganjalan untuk meninggikan bantal yang semakin tipis.

"Yaaa... namanya juga kuliah, Ky. Ya capeklah. Kalau nggak mau capek ya nggak usah kuliah," komentar Yetno asal.

"Hmmmmm..." Riky ber-hmm panjang, seolah tak ambil pusing dengan komentar asal abang kosannya itu.

Selang beberapa menit kemudian, setelah masing-masing sibuk dengan pikirannya sendiri, Riky tiba-tiba bangkit dari posisi tidurnya. "Oya, Bang." Yang dipanggil menoleh, memberi tatapan 'apa?'

"Sebenarnya gimana sih cara jaga perasaan cinta sebelum halal itu, Bang?" tanya Riky dengan raut wajah serius.

Deg.
Pertanyaan Riky seolah memberikan sebuah tonjokkan tepat di jantung Yetno. Jantungnya berdetak lebih cepat. Bagaimana mungkin Riky menanyakan hal yang justru saat ini tengah menjadi masalah juga baginya? Bagaimana bisa ia mampu menjelaskan dengan baik, sedangkan ia sendiri belum mampu melaksanakannya dengan baik? Tapi, kenapa Riky tiba-tiba bertanya seperti itu? Bukankah seharusnya dia sudah mendapatkan materi tentang hal itu, bahkan mungkin telah berkali-kali mendengarkannya di pengajian mingguannya? Apakah Riky saat ini tengah dirundung hal yang sama seperti dirinya?

Ah. Begitu banyak pertanyaan berkelebat di benaknya. Yetno berusaha mengendalikan perasaan. Memasang wajah setenang mungkin, seperti biasanya.

Beberapa detik berlalu. "Bang, kok diam aja? Aku serius nanya nih," Riky menangkap raut wajah yang berbeda dari biasanya di wajah Yetno, teman sekamar yang sudah seperti abang kandung dan guru spiritual baginya.

"Hmm... kenapa kamu tiba-tiba nanya gitu, Ky? Lagi jatuh cinta sama akhwat, ya? Belum cukup materi mingguan dari ustadz?" Yetno bangkit dari kasurnya, mencoba mengajak jantungnya sedikit berkompromi dengan meneguk segelas air yang diambil dari dispenser di sisi kamar.

"Kok abang jadi balik nanya? Biasanya langsung jawab dulu setiap aku nanya. Kok sekarang beda?" selidik Riky, seraya mencondongkan badan melihat wajah Yetno yang tengah menegak habis air minumnya.

Yetno sadar, ia diperhatikan. Tak berani membalas tatapan Riky, ia memilih untuk mengisi ulang gelasnya, menegak lagi isinya, hingga habis tak tersisa.

"Bang! Bang! Aku nanya, Bang! Kok abang malah kayak menghindar dan nyuekin aku?" Riky mulai kesal.

Ya Allah... bantu hamba-Mu untuk mengendalikan semua ini. Yetno menarik napas pelan. Lalu duduk di samping Riky, "Jadi gini, Ky...


*bersambung

5 komentar:

  1. Abangnya grogi mau jawab, hehehe, enaak bacanya, ditunggu lanjutannya

    BalasHapus
  2. Abangnya grogi mau jawab, hehehe, enaak bacanya, ditunggu lanjutannya

    BalasHapus
  3. Curiga ini kisah asli mba cici hehe

    BalasHapus
  4. Iya susah tuh njawabnya krn sedang ngalamin

    BalasHapus
  5. mbka ci.. mbak ci lagi jatuh cinta ma ikhwan ya? #ehh..:D

    BalasHapus