Selasa, 18 Agustus 2015

Sastrawan Musik

Sastrawan musik. Begitu aku menyebutnya. Pria misterius yang tanpa sengaja aku temui di salah satu sudut perpustakaan berlantai lima di daerahku, diam-diam telah menarik perhatianku. Dia yang jarang bicara, mengasingkan diri dari dunia luar. Setiap hari hanya menghabiskan waktu di ruangannya, menyendiri. Hanya mesin tik tua yang menjadi sahabat setianya. Sekilas tidak ada yang aneh dengan pria paruh baya dan mesin tik tuanya itu, tapi yang menarik perhatianku adalah bagaimana caranya seorang yang sedang menulis menggunakan mesin tik, bisa menghasilkan bunyi ketukan seperti tuts-tuts piano? Bahkan tak jarang ku dengar, dia bukan sedang mengetik, melainkan sedang memainkan piano. Indah sekali. Tak jarang aku terhanyut, dalam nada-nada syahdunya. Pernah aku bertanya pada penjaga perpustakaan, siapa pria di ruangan pojok itu sebenarnya, penjaga perpustakaan tidak bisa memberikan keterangan banyak, ia hanya mengatakan bahwa pria tersebut adalah sastrawan yang meminta tempat untuk beberapa waktu di perpustakaan ini. 

"Mau ke ruangan itu lagi, Nay?" Tanya Gita.

"Iya, aku ingin mendengarkan lantunan melodi dari tuts-tuts mesin tik ajaib itu lagi."



"Hmmm..." Gita menarik nafas, "kamu emang pemberani ya, Nay. Pria aneh gitu kok malah kamu kepo-in. Udah kayak fans setia dia aja kamu. Kamu gak takut apa? Kalau tiba-tiba di sana kamu disekap sama dia?"

"Ah, kamu ada-ada aja, Git. Aku malah gak kepikiran sampai ke situ. Lagian aku rasa dia pria baik kok, buktinya pemilik perpustakaan ini memberikan tempat untuknya." Jelasku.

"Ya, itu sih terserah kamu. Kalau masih mau ke sana ya silahkan. Tapi, maaf nih kali ini aku gak bisa nemenin, buku yang aku cari belum ketemu." Gita meneliti satu per satu buku yang berjajar di rak perpustakaan.

"Ya udah deh gak papa. Lagian kamu mah kalau diajak ke sana, bawaannya pingin pulang mulu. Seremlah, kebelet pipislah. Kayak anak kecil. Huuu...!" Aku meledek.

"Iiih... Kamu, Git. Ngeledek ya?"

"Eits... Gak kena." Aku berhasil menghindari cubitan maut Gita, kemudian berlalu meninggalkan Gita yang manyun karena cubitannya tidak berhasil mengenaiku.

Aku berjalan menuju lantai dasar tempat pria itu biasa berada. Tapi, kali ini aku tidak mendapatinya di sana. Kemana perginya pria itu? Batinku. Aku melihat sekeliling, sosok yang aku cari tetap tidak terlihat.

"Mba, yang biasa ke sini kan?" Seorang penjaga menghampiriku.

"Eh. Iya, Pak" Jawabku sedikit kaget.

"Ini ada titipan buat mba," penjaga itu menyodorkan secarik kertas yang dilipat seperti surat ke padaku. Aku heran, "itu dari pria yang biasa di sini, mba. Tapi sekarang beliau sudah pergi. Habis subuh tadi berangkatnya." Terang pak penjaga.

"Oh. Makasi, Pak." Jawabku sambil menerima kertas itu. Perasaan heran bercampur penasaran bergelut dalam diri. Ku buka kertas itu perlahan, dan membaca pesan yang tertulis di dalamnya.

"Menulislah dengan hati, maka akan kau dapati ketenangan diri. Menulislah yang bermanfaat, maka kan kau dapati balasan hingga akhirat."


#TelPic Night
#OWOP

-cici putri-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar