Jumat, 18 Desember 2015

Kamu--Aku

Kala itu kita masih sama. Sama-sama berseragam putih biru. Mereka bilang kita sahabat. Tapi entahlah, apakah ini bisa dikatakan persahabatan?

Kita selalu bersama. Nyaris setiap hari. Walau kita tak sebaya, karena kamu dua tahun lebih dua dariku, tapi entah kenapa kita selalu bisa membahas topik yang sama bersama. Bahkan, sesuatu yang tadinya biasa saja, terasa begitu menyenangkan jika aku membahasnya denganmu. Begitupun denganmu, kamu terlihat begitu antusias di dekatku. Entah itu benar atau tidak, tapi begitulah yang aku rasakan. Dan mereka yang melihat kita, juga sepakat dengan hal itu. Kita begitu dekat.

Mereka bilang kita pacaran. Kamu diam-diam memendam rasa padaku. Hah? Benarkah? Aku tak percaya. Bagaimana mungkin seseorang yang hampir setiap hari menjadi tempat curhat, adalah orang yang disukainya. Ini bukan dunia sinetron, kan? Bahkan, tentang pacar yang sering kamu ceritakan itu, bukan hanya satu. Tapi lebih. Ya, kamu adalah playboy, begitu kata mereka. Dan sepertinya kali ini aku sepakat dengan apa yang mereka katakan. Kamu playboy.

Bagaimana tidak, sekali punya pacar kamu bisa punya dua, tiga, bahkan empat sekaligus. Oh tunggu, bahkan jika aku tak salah, waktu itu kamu pernah punya lima. Ckckckck. Sungguh kelakuanmu terkadang membuatku geleng-geleng kepala. Apakah sebegitu tampannya dirimu? Sehingga dengan mudahnya kamu tebar pesona kemanapun kamu suka? Mendapatkan gadis-gadis yang kamu mau.

Sering aku berkata, "Sudahlah... hentikan saja semua kelakuanmu ini. Setialah pada satu gadis saja. Nanti kamu kena batunya." 

Bukannya merasa bersalah dan merenungi kata-kataku, kamu justru dengan santai menjawab, "Bukan aku yang ngejar-ngejar dan mau sama mereka, tapi mereka yang ngejar-ngejar aku. Lalu aku bisa apa?" katamu dengan raut wajah sok tampan. Lihatlah, betapa percaya dirinya kamu. Dan lagi-lagi, aku hanya bisa berekspresi -,-, dan kamupun terpingkal. Merasa menang.

Terkadang ada yang membuatku lagi-lagi tak habis pikir. Saat kamu ketahuan selingkuh oleh salah satu pacarmu, kamu dengan mudahnya mengaku. Dan setelah kamu mengakui semuanya, masih saja ada di antara mereka yang dengan rela tetap mempertahankanmu, sebagai pacarnya.  "Oh ladies, please open your eyes. He is playboy!" Batinku menjerit. Tak terima ada kalangan hawa yang begitu mudah dibutakan oleh cinta, hingga dengan rela diduakan cintanya."Hey boy, kamu pake pelet apa, sih?"

Lagi dan lagi, ini tentang pacarmu. Bukan. Bukan pacar, mungkin lebih tepat pacar-pacar. Karena gadis yang kamu ceritakan bukan hanya satu. Dan entah kenapa, mereka yang selalu menjadi pacar-pacarmu itu, selalu saja teman-temanku, dan mereka yang kukenal. Apakah kamu sengaja melakukannya? Sengaja ingin membuatku cemburu?

Hey! Tunggu dulu. Cemburu? Kenapa kamu ingin aku cemburu? Dan kenapa aku harus cemburu? Tidak ada kata cemburu dalam kamusku--untukmu. Ya. Sekali lagi aku katakan, TI-DAK-A-DA. Tidak ada kata cemburu, hingga seseorang tanpa sadar, telah lancang mengubah isi kamusku. Cemburu. Kini kata itu ada di dalamnya. Aku jatuh cinta--padamu.

Aku benci dengan rasa ini. Kenapa aku bisa jatuh hati? Pada seseorang yang sudah jelas-jelas sering mendua. Tak setia. Bahkan mungkin tak punya rasa--sama sekali. Apa ini karena kita selalu bersama? Berjumpa setiap hari? Berbagi cerita, tertawa, bermain, dan terkadang melakukan hal-hal konyol bersama.

Hari itu, kita berkejaran keliling masjid. Saat yang lain sedang berusaha untuk khusyuk melaksanaan shalat. Sedangkan kita, tanpa merasa berdosa, tetap saja berkejaran, hanya untuk saling membalas. Melempar air. Bajuku dan bajumu basah sudah.

Malam itu, selepas maghrib, karena peristiwa kejar-kejaran itu, kita disidang oleh guru ngaji. Untunglah kita tidak kena hukuman. Hanya sampai pada peringatan. Dan semenjak kejadian itu, kamu tentu tahu, gosip semakin menjalar kemana-kemana. Bahkan, guru ngaji kitapun beranggapan bahwa di antara kita ada rasa. Tapi sekali lagi, sebagaimana kita menanggapi pernyataan yang sama dari mereka sebelum-sebelumnya, dengan "tegas" kita sama-sama menolak. Sama-sama berkata, "Kami hanya sahabat."

Kejadian itulah yang akhirnya berhasil merevisi kamusku. Menambahkan kata "Cinta" dan "Cemburu" di dalamnya--khusus untukmu. Ah cinta. Kini aku baru tahu alasannya, kenapa mereka rela melakukan apa saja demi cinta. Mereka, mungkin sama denganku--bodoh. Merelakan pintu terbuka, sehingga "pencuri" yang sudah ahli sepertimu mudah untuk masuk, menyusup ke kamar hati.

Cinta. Sepertinya ini rasaku yang pertama. Tapi, benarkah ini cinta?
Ah. Terlalu cepat jika aku berkesimpulan seperti itu. Bahkan kita masih sama-sama
berseragam putih biru.


***
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tantangan dari salah seorang teman. Tantangan nulis tentang "Cinta Pertama". 

PERHATIAN!!! 
Cerita ini mengandung fiksi, jika ada kesamaan tokoh, latar, dan cerita itu merupakan kesalahan yang disengaja. :p







4 komentar:

  1. Uhuuuy... :3
    Betewe gambarnya dr komik apa tuh? Kayak kenal #SalahFokus :p

    BalasHapus
  2. Baru bisa mampir-mapir wakakaka

    Ini kisah nyata kan?
    Uhuuyyy

    ngakngakngak

    BalasHapus