Sabtu, 27 Juni 2015

Segan Dalam Berkawan


A : Ukhti, pakai jilbab ana aja. Anti kan gak bawa jilbab ganti, dari pada pakai yang itu, udah basah.

B : Gak usah ukh. Ana pakai ini aja. Bentar juga kering kok.

(Case 1 : Padahal jilbab B sudah basah kuyup, tapi segan jika harus pinjam jilbab A. Takut ngerepotin)

A : Ukh, ana ke perpus dulu ya, mau pinjem buku.

B : Pakai apa? Jalan kaki?

A : Iya.

B : Biar ana antar aja, pake motor. Lagi panas banget nih.

A : Gak usah ukh, ana jalan aja.

(Case 2 : Padahal cuaca lagi panas terik, dan jarak antara kelas dan perpus cukup jauh)


A : Ya Allah ukh. Jadi anti belum ngerjain tugas karena gak ada laptop? Dan gak ada uang untuk ngerental? Kenapa gak hubungi ana? Kan bisa pakai laptop ana ukhti.

B : Hehe... Ana segan ukh.

(Case 3 : Padahal A dan B sudah berteman lama)


Pernah ngalamin hal-hal seperti di atas? Saat kamu mau bantu temenmu, tapi dia gak mau? Ataupun dia menolak secara halus, hanya karena alasan segan?
Atau ada temen yang membuat kamu rasanya udah pengen nangis liat dia karena kesulitan hidupnya, tapi tetep dia gak mau cerita?

Kejadian seperti ini mungkin banyak terjadi di sekeliling kita. Entah kita yang mengalami secara langsung ataupun tidak.
Kalau menurut aku sih, temen yang penyegannya "keterlaluan" itu "egois".

Ya, dia egois. Membiarkan dirinya menanggung beban sendiri, tanpa mau berbagi.
Bukankah ukhuwah itu terasa ketika kita saling menanggung satu sama lain?
Saling pengertian, tolong-menolong dalam kebaikan? Lalu, jika seperti ini? Apa kedekatan apa yang bisa dirasakan?

Kedekatan hati dan hubungan tidak akan terasa, jika kita selalu memendam sendirian semuanya.
Kita boleh saja berusaha kuat dan tegar untuk menyelesaikan semuanya sendirian, tanpa minta pertolongan orang lain. Tapi, tidak inginkah kita membuat sahabat kita merasa bahwa dirinya ada?
Setiap sahabat yang baik, pasti selalu ingin ada untuk membantu sahabatnya. Maka tak inginkah kita membuka peluang kebaikan itu untuknya?

Meminta bantuan teman, tidak akan merendahkan diri. Justru membuat persahabatan itu semakin lekat di hati.
Percayalah, dengan memendam sendiri, tidak mau dibantu, tidak mau meminta bantuan, justru membuat sahabatmu sedih berkepanjangan.
Merasa dirinya terabaikan, tak bermanfaat sebagai teman.

Bukankah dengan membiarkan teman kita membantu itu berarti kita juga membuka peluang amal untuknya? Membuka peluang amal dan beramal, bukankah itu ada salah satu kebaikan? Yang sejatinya akan mengokohkan persahabatan?

Lalu dengan sering meminta bantuan, apakah ini nantinya tidak membuat kita menjadi manja dan akhirnya tidak berdikari?
Bukan. Bukan begitu maksudnya.
Tolong-menolong. Saling membantu di sini. Tentunya harus ada tanda kutip. Tidak bisa digeneralisasi seutuhnya. Bukan juga untuk membuat manja sehingga ketergantungan tanpa bisa berbuat apa-apa.
Intinya, biarkanlah peluang amal itu terbuka.
Jangan tutupi hanya karena alasan segan dan gak enakan.

Nah, lalu bagaimana jika kita berada di posisi orang yang dibantu? Jika kita berada di posisi orang yang dibantu bukan berarti juga kita hanya diam saja. Melihat teman-teman kita menyelesaikannya. Tapi, di sini butuh kerja sama, dan gak bisa setengah-setengah. Apalagi kalau persoalannya serius. Menyangkut persoalan yang rumit, dan kondisi yang udah terjepit.
Maka kita sebagai orang yang ditolong juga harus berusaha bangkit, bukan hanya membiarkan teman kita yang berusaha sedangkan kita berdiam diri dengan setengah hati. Masih ada rasa segan, masih ngerasa gak enakan. Bukan, bukan seperti itu.

Biar lebih jelas,  mungkin bisa diilustrasikan seperti ini.

Si A hampir jatuh ke jurang. Dia sudah tergantung di tepi jurang, hanya ada akar pohon tempat ia menggelayut. Ia berusaha mengangkat badannya ke atas, tapi gagal. Ia coba lagi dan lagi. Nyaris putus asa. Hingga akhirnya B yang tak lain adalah sahabat A, melihatnya. Lalu B menawarkan diri untuk membantu, B mengulurkan tangan. Tapi A menggeleng. Karena takut itu akan sia-sia bahkan bisa membuat B jatuh bersamanya. Terlebih lagi A tidak mau merepotkan B. Tapi B berusaha meyakinkan, hingga akhirnya A menyambut uluran tangan B.

Dalam kondisi genting seperti cerita di atas. B tidak akan berhasil menarik A ke atas, jika A sendiri tidak mau menarik dirinya untuk bisa naik ke atas. Diperlukan kerja sama dan saling percaya. A harus melepaskan rasa tidak enakan di hatinya. Jika A menganggap B tulus membantunya, tentu dia akan berusaha untuk mengangkat dirinya, bukan pasrah dalam ragu hingga membiarkan B berusaha sendiri hingga lelah, lalu A dengan pasrah menyerah dan membiarkan dirinya jatuh. Bukan. Bukan seperti itu.

Jika kita sedang ditolong, maka totallah. Ikutlah bersemangat bersamanya, bukan membiarkan dirimu terjatuh dengan sendirinya hingga pertolongan temanmu terasa "sia-sia".

"Hiduplah mandiri, tapi bukan berarti kau harus selalu sendiri"

-cici putri-
@ciciliaputri09

Tidak ada komentar:

Posting Komentar