Selasa, 14 April 2015

Gak boleh potong kuku!

Entah kenapa, tiba-tiba sore ini teringat suatu kejadian di Ramadhan dua tahun lalu. Mungkin karena aku baru mendengar lagu-lagu yang membuatku teringat dan rindu dengan Bulan yang spesial ini.
Jadi begini ceritanya. Oh ya, tapi aku berharap setelah kalian membaca cerita ini, jangan pada tertawa ataupun ngetawain aku ya? Cukuplah aku saja yang menertawakan diriku sendiri karena kebodohan yang aku lakukan. haha.. Tapi, kalau mau ketawa juga gak papa sih. Hehe.

Hari itu Alhamdulillah aku diberi kesempatan oleh Allah untuk bisa ikut i'tikaf beberapa hari di Masjid salah satu kampus di Pekanbaru. Kebetulan yang mengadakan i'tikaf ini adalah Rohis kampus, jadi disediakan pula tempat untuk akhwat yang ingin beri'tikaf, dan sebagian besar peserta i'tikaf memang berasal dari kalangan mahasiswa. Hanya sebagian saja dari masyarakat umum.

Siang itu, karena cuaca terlihat cerah, aku memilih duduk di tangga masjid. Memperhatikan beberapa orang anak-anak sedang bermain belarian naik turun tangga. Mereka adalah anak para ummahat (Ibu-ibu) yang ikut i'tikaf di Masjid ini. Wah, luar biasa anak-anak ini gumamku. Masih kecil mereka sudah terbiasa puasa. Jika dilihat dari badannya, aku dapat menebak mereka masih berumur sekitar lima sampai tujuh tahun.

Sesekali sambil melanjutkan tilawah qur'an, akupun mengingatkan pada mereka agar berhati-hati naik turun tangga.  Tapi namanya juga anak-anak, mereka tetap saja bermain, acuh tak acuh mendengarkan perkataanku. Tak sengaja aku melihat tanganku, memandangi jari-jari yang terlihat manis :-D. Wah pantas saja rasanya kurang nyaman, kukuku sudah mulai panjang rupanya. Akupun masuk ke dalam masjid, bertanya pada temanku apakah mereka ada yang membawa gunting kuku. Setelah meminjam gunting kuku milik teman, akupun kembali duduk di tangga, untuk memotong kukuku yang sudah terasa cukup mengganggu. Saat aku tengah asyik memotong kuku, tiba-tiba salah satu dari anak-anak tadi berkata, " Loh. Kakak kok potong kuku? Kan lagi puasa. Nanti puasanya batal." Spontan aku bengong mendengar kata-katanya. Potong kuku buat batal puasa? Masa' sih?

"Siapa bilang potong kuku bikin batal puasa? Gak kok." kataku tak mau kalah. Tapi dalam hati aku jadi berpikir, emang bener ya motong kuku bisa bikin batal puasa? kok aku gak tahu? Mendadak aku seperti orang insomnia. Menjadi ragu dengan pernyataan sendiri.

"Iya. Bener kok. Kalau puasa mana boleh potong kuku. Nanti puasanya batal, ya kan?" Katanya sambil melihat ke arah temannya mencari dukungan.

"Iya. Betul tu kak..." kata anak lainnya.

Aduh. Ini anak-anak apa-apaan sih? Kenapa aku mendadak jadi bego gini ya?
Akhirnya aku memutuskan untuk mencari kebenaran dengan browsing di internet melalui handphone. Tapi, baru saja aku hendak mengeluarkan handphone dari saku, aku teringat. Oh iya. Aku kan udah komitmen sama diriku sendiri gak akan aktifkan paket data selama i'tikaf. Biar aku bisa fokus beribadah dan tidak asyik on line.

Ah. Sudahlah. Bodo amat sama perkataan anak-anak tadi. Akupun melanjutkan keasyikanku memotong kuku-kuku cantik ini. :-D

Ternyata tidak mudah begitu saja untuk  orang sepertiku yang haus akan ilmu, untuk melupakan kejadian tadi dari ingatanku. Apalagi ini menyangkut masalah syar'i. Dalam hati aku kesal sama diri sendiri. Kenapa sih, aku jadi bego gini? Masa' persoalan motong kuku aja aku gak tahu? Apa karena yang mengatakan tadi anak ustadzah, jadi aku merasa ragu dengan pendapat sendiri? Aduh. Serius aku jadi pusing, malu dan merasa bego sendiri.

Akhirnya untuk menguranngi rasa galau ini, aku bertanya pada salah seorang akhwat. Yang dia adalah seniorku dulu di kampus. Namanya Kak Dewi.

"Kak, emang iya ya motong kuku bikin batal puasa?" kataku dengan lugunya.

Spontan kak dewi pun tertawa dan berkata, "Kata siapa Ci, motong kuku bikin batal puasa? Ya gak lah. Haha" Kak Dewi kembali tertawa. Sedangkan aku, tentu saja makin terlihat bego.

Tapi aku tetap cuek. Belagak tahu segalanya, dan dengan PeDe aku berkata.
"Nah. Kan bener. Gak batal puasanya. Berarti Cici benar tadi kak, gak salah." Kataku penuh kemenangan.

"Emang tadi siapa yang bilang kalau motong kuku bikin batal puasa?" tanya Kak Dewi masih dengan raut wajah menahan tawa.

"Itu kak. Anak-anaknya umahat. Dia bilang, jangan potong kuku kak nanti puasanya batal. Gitu katanya kak." Aku menjelaskan dengan lugu dan malu.

"Haha.. Cici cici. Mau aja dibohongin sama anak-anak. Lagian masa' sih seorang aktivis yang batalin puasa aja gak tahu Haha.." Kak Dewi masih saja tertawa geli melihat wajah polos dan kebingunganku.

Serius. Jika ingat kejadian itu. Haha.. Rasanya malu banget. Heran. Kenapa Aku jadi bego gini sih?

Ingin rasanya saat itu, bilang ke anak-anak itu. "Tuuuh... kan bener kata aku. Potong kuku gak batalin puasa. Kalau gak percaya tanya aja sama Kak Dewi. Iya kan Kak?" Pembelaan ala anak-anak yang merasa menang melawan argumen teman-temannya.


 _Sepenggal Kisah di Ramadhan_
 







4 komentar:

  1. ndum.... kenapa tulisan kita berbeda? kamuh dengan non fiksimu dan aku dengan fiksi ku... eha.. duo uni...

    BalasHapus
  2. Hehe..iya ukh..

    Ana lebih cenderung ke nonfiksi kyknya.. krn lebih terinspirasi dari lingkungan sekitar dan suka berkomentar. Hehe

    BalasHapus
  3. Cici.....kalah adu argumen sama bocah :))

    BalasHapus