"Uh! Sebel. Sebeeeeeeeell!!! Kenapa sih, mereka itu pada
rese banget? Ngata-ngatain aku mulu bisanya. Iiiihhh... Pengen aku
cabik-cabik tuh orang."
"Eh... eh... Anak mama kenapa ini? Pulang-pulang kok malah
cemberut? Terus ngomel-ngomel nggak jelas. Ntar cepet tua loh," goda
mama yang mendapatiku ngedumel pulang sekolah, masih lengkap dengan
seragam putih biru, bahkan sepatu yang belum dilepas.
"Iiih... Mama. Orang lagi kesel juga. Malah digodain." Aku memasang wajah cemberut dan pura-pura memalingkan muka dari mama.
"Hehe... Lagian kamu, nggak biasanya pulang sekolah
cemberut kayak gini? Ada apa? Cerita dong sama mama," pinta mama seraya
duduk dan merangkul pundakku. Ah, mama. Sentuhannya selalu berhasil
membuatku nyaman.
"Itu loh ma...
Temen-temen di sekolah, pada rese banget ngeledekin nama aku. Katanya nama aku aneh. Panggilannya juga aneh, Wa-la." Aku mengeja nama panggilanku sendiri, sambil membayangkan wajah menyebalkan teman-teman di sekolah baruku.
Temen-temen di sekolah, pada rese banget ngeledekin nama aku. Katanya nama aku aneh. Panggilannya juga aneh, Wa-la." Aku mengeja nama panggilanku sendiri, sambil membayangkan wajah menyebalkan teman-teman di sekolah baruku.
"O... itu masalahnya. Emang mereka bilang apa sayang?
Ngejeknya gimana?" tanya mama antusias-tentu saja antusias versi
perhatian seorang ibu pada anaknya, bukan antusias ibu-ibu ketika
mendengar gosip.
"Ya gitu, Ma... Mereka ngejekin pake niru-niru nyanyian yang
liriknya diganti dengan namaku, 'Hey, baby baby wala wala. Hey baby
wala wala.' Gitu ma. Kan sebel."
"Trus, ada juga yang ngejek pake plesetan salah satu
program acara televisi itu ma, mereka ngomongnya dicadel-cadelin gtu,
'Eh, kalian semalam nonton acara 'Wala Wili' nggak?' Terus yang lain
jawab, 'Nonton dong, itu akan acala papolit akkuuu...' Terus mereka ketawa, sambil ngelirik aku.
Kan sebeeeelll ma... Rasanya pengen ganti nama aja, biar nggak diledekin lagi." Aku bersungut-sungut, sedangkan mama menahan tawa. Mungkin demi menjaga perasaan anaknya-yang sedang kesal ini.
Kan sebeeeelll ma... Rasanya pengen ganti nama aja, biar nggak diledekin lagi." Aku bersungut-sungut, sedangkan mama menahan tawa. Mungkin demi menjaga perasaan anaknya-yang sedang kesal ini.
'Emang segitu anehnya ya namaku bagi mereka? Lagian nggak
bisa apa mereka menghargai orang lain? Uh dasar! Anak-anak alay. Padahal
teman-temanku di sekolah yang dulu, fine-fine aja dengan namaku. Malah
mereka bilang namaku unik. Mereka aja tuh, biang rese.' Aku masih saja
terus ngedumel dalam hati.
"Sayang, kamu mau tahu nggak... kenapa mama kasih nama kamu Cakrawala?" tanya mama yang aku balas dengan tatapan, 'kenapa ma?'
"Dulu, waktu mama hamil kamu, mama sering duduk di bawah
pohon di halaman belakang rumah eyang di desa. Sambil menikmati
cakrawala langit senja. Awalnya, mama cuma mau menghilangkan sedih,
karena papa kamu meninggal karena kecelakaan. Tapi lama-lama, rasanya
mama justru menikamatinya. Jadilah itu aktivitas rutin mama setiap sore.
Kadang Si Bony, kucing kesayangan Eyang itu, juga ikut sama mama.
Mungkin dia juga pengen menikmati langit senja kali ya... Hehe. Terus,
karena perasaan sedih tapi juga nggak ingin kehilangan harapan untuk
terus menatap masa depan, akhirnya mama menulis. Menuangkan semua isi
hati mama dalam tulisan. Nah, ide-idenya itu dari menatap cakrawala
senja, sayang." Mama menatapku dengan mata bebinar. Tatapan yang aku
artikan dengan, 'Semoga kamu mengerti dan nggak sedih lagi ya,
sayang'.
Aku membalas dengan tatapan, 'Terus ma? Karena itu mama kasih
nama aku cakrawala? Nama yang lebih cocok untuk anak laki-laki?'
"Dan, kenapa kamu mama kasih nama cakrawala, karena kamu
juga adalah salah satu inspirasi mama dalam menyelesaikan
tulisan-tulisan mama, hingga bisa jadi buku seperti sekarang. Walaupun,
sebenarnya mama sadar, nama itu lebih cocok untuk anak laki-laki, karena
panggilannya bisa jadi keren, "Ca-kra". Tapi, karena mama udah terlanjur
niatin dari awal, semenjak rajin nulis itu mau ngasih nama anak
Cakrawala, jadilah mama tetap menamai kamu dengan Cakrawala. Karena mama
ingin, kamu tetap jadi inspirasi dan harapan mama sayang." Mama
terseyum dan membelai rambutku. Belaian yang membuat perasaan kesalku
menguap, berganti dengan rasa bangga karena memiliki ibu yang begitu
penuh kasih sayang seperti mama.
Namun, demi membalas godaan mama tadi, aku pura-pura memasang wajah cemberut.
"Loh, kok masih cemberut, sayang? Kamu masih belum terima
dengan penjelasan mama? Masih pengen ganti nama?" Aku menggeleng dengan
wajah ditekuk.
"Terus? Kenapa?" tanya mama makin heran.
Aku menggangkat wajah perlahan. Menatap mama lamat-lamat.
Mama terlihat berdebar menunggu kata-kata yang akan keluat dari mulutku. "Aku nggak pengen ganti nama ma, aku suka kok dengan nama
Cakrawala. Tapi..." Aku memberi jeda sebentar. Mama terlihat makin tak
sabaran.
"Tapi apa sayang?"
"Tapi, aku cuma mau bilang kalau nanti aku bakal kasih nama
anak aku 'mama', biar aku terus ingat sama mama. Hahaha." Aku tertawa
puas berhasil mengerjai mama, dan segera berlari menghindari mama, yang
sudah beraksi dengan cubitannya.
'Mama, aku bahagia menjadi cakrawalamu.'
-Cici Putri-
@ciciliaputri09
@ciciliaputri09
Tidak ada komentar:
Posting Komentar